Senin, 17 Februari 2014

BPJS Mengecewakan, Ratusan Buruh Demo

Bayar Mahal, Pelayanan Menurun, Tidak Semua Obat Dicover

Ratusan buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk) menggelar aksi unjuk rasa di bundaran Ramayana-Mega M, Minggu (16/2) sore. Setelah sebelumnya mereka menggelar kongres pertama di aula Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Karawang pada hari yang sama.

Serbuk meminta pemerintah RI tidak membohongi rakyat melalui program penjaminan kesehatan melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional, (SJSN) dengan membentuk BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Menurut  koordinator aksi, Ujang Rahmat, mestinya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat merupakan tanggungjawab pemerintah. Bukan malah masyarakat dipungut melalui iuran yang seolah-olah memberi kesan murah. Padahal, Ujang menyebut, pada sisi lain uang pajak yang didapat pemerintah cukup untuk memback up kepentingan masyarakat tersebut. "Sebenarnya masih banyak kewajiban pengusaha membayar pajak yang terlalu dibiarkan pemerintah. Para pengemplang pajak oleh para pemilik modal, kami duga berlangsung sejak lama. Hal ini menunjukkan bahwa rezim neoliberal memang ingin memberikan 'kenyamanan' kepada mereka (pemilik modal). Sementara di sisi lain menghancurkan kehidupan rakyat. Selain itu, dengan dalih keterbatasan anggaran, rezim neoliberal melakukan pemangkasan belanja fungsi kesehatan dari Rp 19,8 triliun di APBN 2010 menjadi Rp 13,6 triliun di APBN 2011. Untuk jumlah anggaran Jamkesmas 2011 saja, hanya sebesar Rp 5,6 triliun. Sedangkan 'dana pelesiran' pemerintah sebesar Rp 24,5 triliun," demikian bunyi pernyataan sikap Serbuk yang disebarkan kepada setiap pengendara yang melewati tempat aksinya.
"BPJS ini  bukan sistem jaminan sosial bagi rakyat, tapi sistem asuransi," ujar pengurus Federasi Serbuk, Khamid Istakhori.
Ia melanjutkan, meski BPJS mengatasknamakan Sistem Jaminan Sosial Nasional, namun ironisnya ada penarikan iuran wajib tiap masyarakat tanpa pandang bulu. "Setiap bulan kita dipotong (gaji), pekerja bayar pajak, ditambah wajib membayar iuran BPJS, tapi penggunaan pengawasan itu hanya oleh presiden," sesalnya.
Selain terkait sistem yang dinilai buruk, Khamid juga menilai pelayanan BPJS selama ini jauh dari harapan, dan tidak sepadan dengan besarnya iuran yang dibayarkan oleh anggota BPJS. Ditambah adanya sebagian jenis penyakit yang sebelumnya dicover didalam Jamsostek tapi di BPJS ini tidak dicover. "Bayar mahal, pelayanan menurun, BPJS itu buruk," sindirnya.
Khamid menegaskan, ia mendesak agar pemerintah mencabut BPJS dan diganti dengan program yang benar-benar jaminan sosial bukan sistem seperti asuransi. "Kita desak agar mencabut BPJS. Kita ingin bukan sistem asuransi tapi jaminan sosiai,"serunya.
Alasan itulah yang membuat Komite Eksekutif Federasi Serbuk menyatakan menolak SJSN, BPJS, dan Jamkesmas yang dinilainya tidak berguna dan sangat menyengsarakan rakyat. Solusi yang harus dilakukan pemerintah, menurutnya, berikan layanan kesehatan gratis kepada seluruh rakyat Indonesia hanya dengan menunjukkan KTP/KK bagi rakyat yang membutuhkan. Tagih dan tingkatkan pajak progresif bagi perusahaan-perusahaan asing maupun domestik untuk memenuhi biaya pelayanan hak dasar bagi seluruh rakyat, seperti kesehatan, pendidikan, serta yang lainnya. Potong anggaran kemewahan bagi pejabat negara, limpahkan bagi anggaran layanan pemenuhan hak dasar rakyat. "Subsidi yang digembar gemborkan rezim neoliberal bahwa fakir miskin dan orang tidak mampu akan dibayar oleh pemerintah pun sangat tidak jelas. Karena garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh rezim neoliberal sangat jauh dari kondisi kenyataan yang ada. Standar kemiskinan yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah individu yang pengeluarannya sebesar Rp 7.000 per hari. Tentu saja ini akan menyebabkan angka kemiskinan di Indonesia turun drastis dan memunculkan orang kaya baru. Sebab orang yang berpenghasilan Rp 217.000 per bulan tidak akan lagi masuk dalam kategori miskin. Padahal banyak sekali rakyat Indonesia, walaupun memiliki penghasilan lebih dari Rp 7.000 per hari, tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok yang layak," ungkap mereka lagi.
Dengan turun drastinya angka kemiskinan di Indonesia, bagi Serbuk, subsidi yang dipersiapka rezim neoliberal untuk orang miskin akan semakin sedikit. Sementara BPJS memiliki independensi dalam pengelolaan dana ini. Dalam RBPJS pasal 8 (b) disebutkan, BPJS berwenang untuk 'menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehatian-hatian, keamanan dana dan hasil yang memadai'. Dengan demikian, dibaca mereka, BPJS berhak mengelola dan mengembangkan dana tersebut pada berbagai kegiatan investasi yang dianggap menguntungkan seperti saham, obligasi, dan deposito perbankan. "Jamkesmas yang menjadi solusi penentang BPJS dan SJSN juga kenyataannya tidak akan menyelesaikan masalah. Praktik pemberian Jamkesmas kepada orang miskin yang membutuhkan, ternyata malah memperumit rakyat miskin untuk mengaksesnya. Anggaran APBN di tahun 2011 saja hanya Rp 5,6 triliun, jika ditambah dengan Jampersal (Jaminan Persalinan) maka akan berjumlah Rp 6,3 triliun saja. Artinya akan sangat banyak rakyat miskin yang tidak dapat ditutupi oleh anggaran Jamkesmas. Belum lagi banyaknya rumah sakit yang menolak atau bahkan bangkrut karena dana Jamkesda untuk rumah sakit di daerah tidak kunjung dibayar oleh pemerintah pusat. Keterbatasan dana anggaran Jamkesmas hingga saat ini akhirnya menyebabkan banyak rakyat miskin yang terpaksa ditolak untuk turut dalam program Jamkesda, sehingga mereka terdaftar sebagai pasien umum biasa di berbagai rumah sakit," tandas aktivis Serbuk dalam aksinya.
Selain itu, mereka juga menggelar aksi solidaritas bagi buruh di Kamboja. "Sebagai aksi solidaritas tatkala ada 23 orang buruh di Kamboja mendapat perlakukan tak manusiawi. Teman-teman buruh di sana diintimidasi serta dipenjarakan oleh penguasa dan pengusaha. Padahal mereka hanya minta gaji layak. Walau di antaranya warga negara Kamboja, bagi kami yang namanya buruh tetap satu perjuangan. Setelah aksi ini kami berencana mau ke Kementerian Luar Negeri RI buat disampaikan ke pemerintahan Kamboja, selain membangun opini melalui berbagai media," ujar Ujang. (vins/vid)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar