TEGALWARU, RAKA - Pembiaran yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Karawang terhadap truk bertonase melebihi kapasitas jalan milik pengusaha nakal melintasi jalan Badami-Loji, memperparah kerusakan jalan di beberapa titik. Salah satunya di ruas jalan Desa Cintaasih, Kecamatan Pangkalan.
"Jalan belum selesai diperbaiki bertambah rusak karena truk bertonase lebih dari 30 ton tetap dibiarkan lewat," ujar tokoh masyarakat Kecamatan Pangkalan, Ambar, kemarin.
Menurut Ambar yang juga warga Kampung Cikelak, Desa Cintalanggeung, itu diperparah dengan wacana pemerintah daerah menjadikan jalan provinsi, namun kenyataan di lapangan semakin banyak kendaraan melewati batas kewajaran. Bahkan sampai saat ini belum ada penegakan aturan yang jelas oleh aparat kepolisian maupun pemerintah. "Tadinya saya untuk saat ini memilih diam, dengan maksud ingin mengetahui barang kali dengan metode diam, pemerintah dapat berpikir jernih untuk masyarakat. Namun ternyata malah lebih parah, pelanggaran lingkungan dan angkutan tetap terjadi," ungkapnya.
Diketahui, jalur Badami-Loji merupakan jalan kelas III yang tidak boleh dilewati oleh kendaraan bertonase berat. Menurutnya secara teknis Dinas Perhubungan sudah menjelaskan jalan ini hanya dirancang untuk menahan Muatan Sumbu Terberat (MST) seberat 8 ton atau 8000 kg, dan jalan akan rusak ketika ada kendaraan dengan MST diatas 8 ton. Muatan sumbu adalah beban kendaraan yang disalurkan pada suatu sumbu penumpu kendaraan yang berupa sumbu roda. Semakin berat suatu kendaraan, beban pada sumbunya pun akan semakin berat. Semakin banyak sumbu roda, beban pada tiap sumbu akan berkurang karena beban keseluruhan kendaraan didistribusikan pada banyak sumbu. Sementara sampai saat ini penggunaan jalan hingga mencapai berat kendaraan dan muatannya mencapai 40.000 s/d 50.000 kilogram. "Saya berharap sekiranya pemerintah Karawang sudah saatnya menegakann aturan sesuai dengan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas, untuk masyarakat Karawang juga untuk para pengusaha, mentaati peraturan," tuturnya.
Ia melanjutkan, jika diperhatikan selama ini armada besar tronton sudah melanggar kesepakatan yang sudah mereka buat pada tanggal 14 bulan April 2011 lalu, terutama point 1, 2, dan 4 yakni, seluruh perusahaan yang berada di zona industri jalan Badami-Pangkalan bersedia untuk membatasi bobot angkutan hasil produksi maksimal 30 ton bruto (berat kendaraan dengan muatan) secara terukur dengan tujuan angkutan dari pabrik ke pasar/ keluar. Seluruh perusahaan yang berada di zona industri sekitar Badami-Pangkalan bersedia membatasi bobot, khusus angkutan bahan baku produksi yang dapat diurai tetap maksimal 30 ton bruto berat kendaraan dengan muatan secara terukur dengan tujuan angkutan dari suplayer ke pabrik. Seluruh perusahaan yang berada di luar wilayah zona industri yang berada di wilayah antara Badami sampai Tegalwaru, yang membidangi sektor usaha pertambangan, menyatakan kesediaannya untuk melaksanakan pola angkutan dengan bobot maksimal 30 ton (kendaraan dengan muatan) secara terukur dengan tujuan dari lokasi keluar/pasar. "Namun pada kenyataannya muatan tetap melebihi kapasitas yakni rata-rata diatas 40 ton," tandasnya. (ark)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar