CIKAMPEK,RAKA- Metode tambal sulam yang dilakukan oleh pengelola jalan Nasional dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen-PU) untuk memperbaiki jalur Pantura yang rusak parah, diyakini tak bakal efektif dijadikan solusi. Padahal, arus lalu lintas di jalur strategis dan tersibuk di Pulau Jawa itu memerlukan perhatian lebih agar roda perekonomian berjalan lancar. Bukan tanpa sebab, selama ini, kerusakan jalan telah membuat kerugian operasional angkutan orang dan barang yang terpaksa terjebak macet akibat kondisi infrastruktur yang buruk. Konsep tambal sulam yang dilakukan mayoritas dilakukan seadanya dengan menggunakan tanah merah yang ditabur dilokasi berlubang pun tidak bisa diandalkan. Kendati upaya itu merupakan solusi temporer, namun tetap tak berguna karena sangat singkat dirasakan manfaatnya.
Agay Saepudin, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Perguruan Tinggi Karawang (PT) Karawang, mengecam perlakuan pengelola jalan Nasional yang seakan membiarkan kerusakan jalan dibeberapa ruas jalur Pantura. "Saya menilai bahwa pengerjaan perbaikan yang dilakukan kaitannya dengan jalur Pantura tidak membawa pengaruh dan dampak signifikan. Sebab, perbaikan yang ada justru dilakukan di daerah yang kerusakannya kecil atau sedikit. Sedangkan yang mengalami kerusakan parah cenderung dibiarkan saja," cibirnya.
Ia lantas menunjukan beberapa daerah kerusakan yang semestinya mendapat perhatian lebih. Seperti jalan di depan Srikandi Motor Jalan Ahmad Yani Cikampek dan Simpang Pangulah Selatan. Wilayah-wilayah itu lah yang sejatinya perlu perbaikan atau setidaknya penanganan temporer, agar tidak menghambat lalu lintas barang dan orang. "Justru karena tidak ada perbaikan berarti, truk-truk kontainer maupun bus berjalan merayap hingga berkilo-kilo meter jauhnya. Akibatnya, biaya operasional pun ikut membengkak untuk membeli bahan bakar yang dihabiskan selama macet berlangsung," tandas aktivis itu.
Agay juga mengkritisi metode perbaikan sementara yang dilakukan dengan menggunakan tanah merah. Menurut ia, tanah merah justru tidak bakal menyelesaikan persoalan. "Karena kalau hujan turun sebentar saja, tanah itu sudah hilang lagi terbawa air. Minimal-minimalnya, tambal sulam itu menggunakan aspal lagi. Jadi awet," tukas Agay berpendapat.
Mengenai alasan yang dikemukakan bahwa perbaikan jalan menunggu hingga musim hujan berhenti, dianggapnya sebagai sebuah alasan yang mengada-ngada. "Kalau misalkan gara-gara hujan terus jalan gak diperbaiki, lalu ada orang yang jatuh dan jadi korban, apa masih harus nunggu musim hujan berhenti? Musibah kan gak kenal musim kalau sudah begitu," sindirnya. (fah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar