Rabu, 12 Maret 2014

Bupati Dinilai Irasional Larang Pedagang Jualan di Sekolah

PLERED, RAKA � Kebijakan Bupati Purwakarta  yang melarang pedagang makanan dan minuman berjualan dilingkungan sekolah tak urung menuai keluhan para pedagang. Mereka menilai Bupati Dedi Mulyadi sengaja menutup mata pencarian yang selama ini mereka geluti bertahun-tahun. 

�Ini pekerjaan saya, jualan di sekolah. Tapi kalau sekarang malah dilarang saya mau usaha apa,� tandas Ade, penjual goreng-gorengan yang biasa mangkal disejumlah sekolah dasar di Kecamatan Plered. Larangan berjualan lanjut Dia, seharusnya tidak dikeluarkan oleh pemerintah. Tidak sedikit pedagang yang menggantungkan penghasilan dari uang jajan siswa-siswi yang bersekolah.
Dikatakan Ade, pemerintah memaksakan kebijakan tersebut dilaksanakan dipastikan akan semakin banyak masyarakat yang menyandang prediket pengangguran di Kecamatan Plered. �Yang jualan di sekolahkan banyak, kalau sekarang dilarang terus tidak ada pilihan usaha lain, jadi pengangguran dong,� ujarnya.
Ayah tiga anak tersebut mengaku, kebijakan larangan berdagang di lingkungan sekolah dianggap terlalu memberatkan pedagang. Pasalnya, dalam pelaksanaan di lapangan pemerintah tidak membarenginya dengan solusi agar para pedagang tetap bisa usaha dan tidak menjadi pengangguran. �Kebijakan itu (larang berjualan dilingkungan sekolah, red) tidak dibarengi solusi. Jadi kita disuruh untuk tidak dagang di sekolah. Itu saja,� keluhnya.
Secara terpisah pedagang lain, Haris, ketika ditanya perihal kebijakan larang berjualan disekolah yang diberlakukan pemerintah Purwakarta, mengaku, dirinya sudah melihat langsung aplikasinya di lapangan. Aparatur Kecamatan Plered terjun langsung ke sekolah-sekolah menegaskan kebijakan tersebut supaya dijalankan pihak sekolah. �Aparatur kecamatan sering datang ke sekolah. Katanya kepala sekolah harus menjalankan kebijakan larangan pedagang berjualan dilingkungan sekolah,� ujar Haris yang mengaku sudah tahunan berjajakan dagangannya di sekolah.
Sebelumnya, Dadang, pedagang Cireng yang biasa mangkal di sejumlah sekolah di wilayah Kecamatan Sukatani, juga mengatakan hal sama. Dia merasa satu-satunya sumber mata pencariannya diacak-acak langsung meradang. Dia beranggapan kebijakan bupati tersebut irasional dan hanya merugikan pedagang kecil. "Bagi kami jelas ini merugikan. Kami biasanya berdagang dilingkungan sekolah tapi karena kebijakan itu (larangan berjuangan dilingkungan sekolah, red) kami jadi tidak bisa lagi berjualan di sekolah," ucap Dadang.
Bahkan diakuinya kebijakan yang gelindingkan bupati itu tidak sekedar merugikan, tetapi juga mematikan nasib para pedagang kecil seperti dirinya. Sebab sekolah selama ini telah menjadi tempat mereka mencari duit, tanpa terkecuali lingkungan Sekolah Dasar. Karenanya Dadang pun mengaku sangat menyesalkan adanya kebijakan baru tersebut. "Saya juga kan punya anak dan keluarga. Anak-anak saya juga butuh hidup," keluh Dadang.
Ungkapan senada juga meluncur dari mulut Syamsul yang juga pedagang lingkungan sekolah. Menurutnya, kebijakan tersebut berlebihan. Apalagi tanpa dibarengi solusi. Pedagang dilarang tapi tidak diarahkan harus kemana mereka berjualan. Akibatnya, tak sedikit pedagang yang akhirnya memilih berhenti berjualan. "Ada pedagang yang menjadikan sekolah tempat satu-satunya berjualan. Ketika muncul larangan, ya mereka berhenti berjualan," tandasnya. (awk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar