KEPALA SMPN 1 Batujaya, Teten Setiadi mengatakan, pendidikan karakter dalam konteks tawuran tidak bisa diatasi dengan imbauan, kesepakatan damai antar siswa atau sekolah, tapi harus dengan pendekatan intensif pada semua pihak, termasuk keterlibatan orang tua.
�Belum adanya penanganan yang baik dari semua pihak, termasuk sekolah, orang tua, dinas dan pihak keamanan membuat tawuran seolah tidak ada solusinya. Meski sudah ada usaha disdik, ataupun pihak lain, tapi sifatnya masih reaktif dan tidak menyeluruh. Akhirnya aksi tawuran siswa belum teratasi. Dalam hal ini peran orang tua harus lebih dekat dengan anak. Terutama untuk mengetahui jadwal anak sekolah. Dengan begitu, anak akan menjadi terpantau,� ungkapnya.
Ditambahkan, harus ada kepentingan bersama semua pihak, terutama peran dari orang tua. Kebersamaan dalam mencari solusi tawuran, kata dia, yang paling memiliki peran penting adalah orang tua. Karena mereka memiliki kewenangan hingga 24 jam untuk mengetahui anaknya. �Kita sudah melihat polisi siswa sampai hari ini belum efektif. Dan juga usaha sekolah menjalin kerjasama dengan sekolah lain masih juga belum maksimal. Di sisi lain, kenakalan anak tidak bisa kita lepas tanggungjawabnya. Di sinilah harus ada tanggungjawab bersama-sama,� jelasnya.
Dipaparkan, tawuran siswa adalah bentuk kegiatan massa yang anarkis, brutal dan jauh dari nilai dan norma dan salah satu bentuk cacatnya pendidikan di negeri ini. Tradisi tawuran antar pelajar SMA yang sudah terjadi bertahun-tahun ini menunjukkan minimnya moral para pelajar. Mereka yang seharusnya belajar menimba ilmu, meraih prestasi, tapi malah berbuat anarkis di luar sekolah.
Tawuran pelajar bukan hanya mengakibatkan kerugian harta atau korban cedera, tapi sudah merenggut nyawa melayang sia-sia. Sudah banyak nyawa yang hilang akibat tawuran, dan di kawasan Rengasdengklok, Kutawaluya, Pedes, Batujaya dan daerah lainnya, tawuran siswa sudah marak dan bahkan menjadi rutinitas yang tidak diketahui alasannya. (dri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar