Rabu, 12 Februari 2014

Budaya Gotong Royong di Tegalwaru Belum Punah

TEGALWARU, RAKA- Di tengah masyarakat yang sudah cenderung individualis, budaya gotong royong yang kini sudah mulai luntur, masih ditemukan di wilayah pedesaan, seperti di Desa Cintawargi, Kecamatan Tegalwaru. Masyarakat di desa tersebut, secara gotong royong secara materi dan tenaga, membangun Masjid Al Falah, yang ada di Kaum Gading, Desa Cintawargi, beberapa waktu lalu.
H Ading Mulyadin (35), ketua pelaksana pembangunan Masjid Al Falah mengatakan, setiap warga iuran untuk membangun masjid tersebut. Begitupun dalam pelaksanaan pembangunannya, masyarakat ikut gotong royong. �Kalaupun ada bantuan dari pemerintah, namun yang menjadi nilai luhur dari pembangunan masjid ini bukan hanya nilai iurannya saja, akan tetapi dari keinginan masyarakat untuk membangun atau merehab masjid, mulai dari pemikiran atau perencanaan, materi, hingga tenaga yang dikeluarkan dalam setiap hari dalam bentuk kerja bhakti," katanya.
Tak hanya itu, lanjutnya, bentuk partisipasi pembangunan masjid pun bukan hanya dari kaum laki-laki saja, melainkan dari kaum wanita yang bertugas memasak konsumsi para pekerja. "Artinya, dalam pelaksanaan inipun tergambar bahwa semua lapisan masyarakat terlibat dalam pembangunan masjid tanpa kecuali, termasuk para kaum ibu rumah tangga yang sama-sama mempunyai peran penting," tuturnya.
Dengan demikian, H Ading berharap, dari kekompakan warga tersebut dapat mempertahankannya, bahkan dalam bentuk kegiatan sosial lainnya. Sebab, segala bentuk kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya bisa berhasil jika semua elemen masyarakatnya kompak untuk mewujudkannya. "Saya  meyakini, semua masyarakat yang mengerjakan bhakti melakukannya tanpa ada rasa pamrih," terangnya.
Sementara itu, Mulyana (37), bendahara rehab Masjid Al Falah menerangkan, jika diukur secara normal dari kemampuan masyarakat ini terlalu besar, namun atas dasar berbagai masukan dan pertimbangan dari para jamaah itu sendiri, mengkhendaki pembangunan terus dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Dia berharap, jamaah atau masyarakat tidak merasa putus asa, karena pada dasarnya pembangunan inipun merupakan kepentingan untuk umum. "Maka satu-satunya harapan, pembiayaan selain ada bantuan dari pihak luar yang tidak mengikat, namun tetap yang lebih besar harapannya dari masyarakat sendiri. Sebab pada hakikatnya, masyarakat sendiri yang akan menggunakan sarana prasarana ibadah ini," ucapnya.
Sisi lain, Dede (43), salah seorang tukang bangunan yang mengerjakan pembangunan Masjid Al Falah, memang rencana awal atas kesepakatan dari masyarakat sendiri tidak merehab total, melainkan hanya akan merehab bagian atasnya saja. Namun, ketika melakukan pembongkaran dan hasil pengecekan bangunan ternyata temboknya tidak layak untuk kembali digunakan, akhirnya perbaikan masjid pun tidak sesuai rencana awal, dengan pertimbangan daripada telah selesai nanti bagian temboknya tetap harus diperbaiki. "Dengan pertimbangan tersebut, perbaikan pada masjid dilakukan secara total," ujarnya. (ark)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar