TEGALWARU, RAKA - Menghindari konflik air menjelang masa tanam biasanya para petani di Kecamatan Tegalwaru ramai-ramai menggelar 'mapag cai' (menjemput air).
Disebutkan anggota Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Tirta Langgeung, Didi, kegiatan 'mapag cai' yang dilakukan oleh petani kerap dilakukan bukan saja menjelang masa tanam, tapi jika debit air kecil atau terjadi bencana. "Dalam melakukan pekerjaan ini hanya diawali oleh obrolan petani sendiri dengan disepakati waktu pelaksanaannya, dan kesepakan ini disebarluaskan pada petani lain. Namun hal ini masih disayangkan masih dominan dilakukan oleh petani yang paling hilir, mungkin untuk petani yang ada di hulu merasa gampang mendapatkan air," ungkapnya, belum lama ini.
Berbeda dengan petani hilir karena merasa kesulitan air, menganggap kegiatan 'mapag cai' lebih penting sebelum melakukan pekerjaan petani lainnya, sebab semuanya harus diawali oleh keberadaan air. Petani inipun berharap hasil pekerjaan bersama ini dapat bermanfaat bagi semua petani, terutama bagi petani yang berada jauh di hilir sungai. "Apalagi jika melihat Karawang sebagai daerah lumbung padi sejak lama. Karena Karawang memiliki pesawahan yang sangat luas dibanding dengan daerah lain, termasuk daerah berbukit seperti Pangkalan dan Tegalwaru," katanya.
"Kalaupun di daerah perbukitan merupakan daerah irigasi non teknis, sawah di daerah ini mampu dipanen dua kali setahun. Namun prosesnya harus bekerja keras, salah satunya harus rajin mengontrol kondisi air. Mapag cai inipun untuk di derah ini sebenarnya tidak dijadikan budaya, hanya dijadikan kebiasaan. Yang lebih hebat lagi kehidupan agraris berjalan sepanjang tahun dengan periode-periode seperti tandur, ngarambet, dan lainnya. Sepanjang prosesnya, pertanian membutuhkan ketersediaan air sepanjang waktu," lanjutnya.
Diketahui, 'mapag cai' dalam kosa kata Sunda berarti menjemput dan cai berarti air (menjemput air) adalah sebuah kebiasaan dimana tatakelola air diatur berdasarkan keikutsertaan semua masyarakat (partisipatoris), bagaimana air didistribusikan secara adil dengan penjadwalan pergiliran air sesuai dengan musim tanam dan penggolongan air. Biasanya peristiwa ini dilakukan ketika musim tanam tiba, dimana pada musim tanam, kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman padi sangat diperlukan. Begitu pentingnya air untuk pertumbuhan tanaman padi, menjadikan konflik-konflik perebutan air antarpetani masih sering terjadi, tidak sedikit yang menjadi korban atas perebutan air ini. Tradisi 'mapag cai' sendiri sebenarnya sudah lama dilakukan oleh petani sejak dulu kala, terlebih ditatar sunda Karawang dengan basis pertanian yang begitu luas, terlebih tradisi ini bisa dilihat dengan ditemukannya Candi Jiwa dan Blandongan yang ditengarai keberadaannya sejak abad 2 masehi di tengah hamparan persawahan. Di areal kawasan percandian ditemukan beberapa sumber mata air (sumur) yang diyakini sumber mata air tersebut adalah sebagai pusat pengambilan prosesi ritual air 'mapag cai', dimana air adalah lambang keberkahan, kesuburuan dan kemakmuran, sehingga air harus diperlakukan dengan arif.
Pemberian sesajenan seperti jajanan pasar, kembang dan ayam panggang yang ditaruh di dekat sumber air sebenarnya adalah upaya-upaya pelestarian sumber air dari pengrusakan yang masih kental dalam tradisi agraris. (ark)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar