KARAWANG. RAKA - Bisa jadi mutasi kali ini merupakan yang terakhir kali di lingkungan Pemkab Karawang setelah pengisian kursi Asda III yang lagi kosong dipenuhi. Pasalnya, sekarang berlaku aturan bahwa pejabat eselon II tidak boleh dimutasi sebelum yang bersangkutan menjabat minimum 2 tahun.
Ketentuan tersebut, kutif Kabid Mutasi Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) Karawang, Asep Aang, terdapat pada Undang-undang Aparatur Sipil Negara yang baru saja diundangkan dalam lembar negara tertanggal 15 Januari lalu. "Undang-undang ini sedang kami pelajari. Kami juga baru tahu kalau ternyata Undang-undang ASN sudah diundangkan pertengahan Januari 2014. Ketentuan lebih lanjut terdapat 19 Peraturan Pemerintah, 4 Peraturan Presiden, serta 1 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang sedang dalam penggodokan," ujarnya.
Aang pahami, mutasi buat pejabat eselon II sebelum masa kerja mereka 2 tahun hanya bisa dilakukan apabila yang bersangkutan terbukti melanggar peraturan perundang-undangan dan tidak memenuhi syarat jabatan. Selain itu, bagi pejabat eselon II yang diberi tugas memimpin OPD (organisasi perangkat daerah) atau SKPD (satuan kerja pemerintah daerah), Aang membaca, Undang-undang ASN mengamanatkan hanya berlaku selama 5 tahun. "Kepala OPD atau SKPD itu bisa diperpanjang setelah menjabat 5 tahun. Itupun kalau sudah mendapat persetujuan pejabat pembina kepegawaian, dalam hal ini kepala daerah, dan berkoordinasi dengan KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara). Itu artinya, mulai pemberlakuan Undang-undang ASN nomor 5 tahun 2014 di bulan Februari ini menjadikan jabatan eselon II akan selalu berubah setiap kali paska pilkada. Bukan mustahil, kondisi demikian makin memaksa pejabat yang ingin mengejar karir PNS-nya turut terlibat dalam politik praktis setiap kali pilkada digelar," prediksi Aang.
Hanya saja, ia juga membaca ketentuan lain, bahwa pejabat eselon II tidak serta merta aman mengisi kursi jabatannya apabila kinerja mereka jeblok. Karena untuk menilai keberhasilan kinerja ada Tim Penilai Kinerja (TPK) yang selama ini dikenal dengan sebutan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan). Di mana TPK akan melakukan penilaian kinerja selama 1 tahun terhadap pejabat bersangkutan. Jika tetap dinilai kurang memuaskan, maka toleransi menjabat masih diberikan 6 bulan. Apabila tetap jeblok, Aang pahami, pejabat tersebut ditarik dari jabatannya untuk kembali menjadi staf.
"Namun secara teknis, pengangkatan pejabat eselon II sekarang lebih mudah. Bupati tidak perlu lagi mengusulkan ke gubernur, kecuali untuk mengisi jabatan sekda. Selanjutnya, yang menetapkan kepala OPD adalah panitia seleksi. Hal lain yang pernah kami pahami ternyata keliru, adalah jabatan eselon III dan II yang boleh diisi non PNS berupa PPPK atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak, itu hanya ada di kementerian atau se-level dengan itu. Sedangkan di pemerintah daerah tetap dipegang PNS sesuai golongan atau eselon," papar Aang lagi.
Sedangkan bagi PNS yang berminat mau menyalonkan diri menjadi calon kepala daerah pada pilkada, Aang katakan, Undang-undang ASN kini lebih tegas. PNS bersangkutan wajib mundur dari status kepegawaian negerinya ketika resmi mendaftar ke KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah). "Aturan lama hanya diberhentikan sementara dari jabatan negeri atau organik dengan status PNS-nya tetap. Sekarang tidak lagi begitu. Pengecualian cuma berlaku buat PNS yang nyalon kades," tandasnya. (vins)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar