Selasa, 25 Februari 2014

Kiai Buka Rahasia Cara Mencari Pemimpin

KARAWANG, RAKA - Hingar bingarnya dunia politik negeri ini menjelang Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014 seringkali membuat orang yang punya kepentingan masuk ke ranah kekuasaan seringkali saling jegal dengan membangun opini tak sehat lagi.
Hal itu diingatkan Kiai Mu'min Albantani, pimpinan pondok pesantren Raudlatul Hasanah Subang saat memberikan tausyiah di acara halal bil halal keluarga Sekretaris DPRD Karawang HA Suroto, di Anjun, Minggu (24/2) malam. Diingatkannya, saat ini yang dibutuhkan masyarakat, terutama di pemerintahan, adalah sosok pemimpin. Bukan figur berkarakter penguasa yang punya kecenderungan elitis, tidak pernah paham bagaimana kehidupan fakir miskin dan orang-orang tak mampu atau lemah dari kemampuan ekonomi.
"Bagaimana tingkat kemiskinan di negeri ini tetap terpelihara, bahkan bisa makin terus bertambah, tatkala kepedulian kita selaku ummat muslim terhadap mereka kurang baik? Apalagi kondisi seperti sekarang, para pemilik kebijakan di pemerintahan pada hampir semua level tak pernah merasakan bagaimana hidup miskin? Karena gaya hidup penyandang amanah rakyat sudah jauh dari kehidupan orang-orang kecil. Mungkin kursi yang sedang mereka duduki merupakan kursi kekuasaan. Sehingga lupa terhadap tanggungjawabnya," tegas tokoh yang dikenal anti kompromi dengan siapapun yang berani menelantarkan anak-anak yatim piatu, fakir miskin, dan orang-orang lemah.
Sebelumnya, saat berbincang bersama RAKA, Kiai Mu'min, merasa tidak aneh ketika sosok Jokowi yang kini memimpin DKI Jakarta menjadi tokoh selebritis di kalangan masyarakat. Menurutnya, terlepas dari parpol mana sosok Jokowi lahir sebagai politisi, apa yang dilakukannya merupakan karakter bersangkutan alias bukan perilaku yang dibuat-buat. Figur seperti inilah, dikemukakan kyai, paling ditunggu masyarakat. Ia berharap, di negeri ini tanpa terkecuali di Karawang, lahir sosok-sosok lain yang minimal memiliki kesamaan karakter bila tidak ada yang jauh melebihi di atas figur Jokowi.
Namun kadang, kyai merasa ikut prihatin, ketika di tengah kemunculan figur berkarakter kerakyatan justru ditelikung orang-orang haus kekuasaan dengan membangun opini kontradiktif. Terkesan, bagaimana menjauhkan kecintaan rakyat pada sosok semacam itu hingga mereka barhasil membangun karakter lain yang memaksa rakyat menyukainya. "Saya obyektif saja. Dari dulu tidak pernah mau ikut diajak masuk parpol manapun. Bukan apa-apa, saya paling takut ummat jadi pecah hanya karena berbeda warna partai. Mending concern berdakwah menyampaikan ajaran Islam yang benar dan lurus, sekaligus mendidik anak-anak santri untuk melahirkan regenerasi muslim yang kaffah. Jadi kalaupun saya mengkritisi kondisi perpolitikan tanah air, semangatnya tak lebih bagaimana mengingatkan elit-elit politik kita untuk benar-benar merakyat dengan mengedepankan semangat sebagai seorang pemimpin. Sayang kepada orang-orang kecil bukan sekadar dibuat-buat, tapi benar-benar memang karakternya merakyat," ucapnya lagi.
Ia juga memberikan gambaran, bahwa pemimpin terbaik adalah sosok orang yang selalu menempatkan kedua orang tuanya sebagai orang paling berharga dalam hidupnya. Artinya, setiap mau melangkah kemanapun akan selalu minta restu orang tuanya yang melahirkan dan mendidik mereka. Selain itu, ditegaskan, orang kedua yang sangat dihormati adalah guru. Ketika hal ini dilakukan oleh siapapun, maka orang tersebut sangat dipastikannya sukses dalam hidupnya, dicintai ummat, serta tidak akan pernah berani mengambil sesuatu yang bukan haknya. (vins)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar