Sabtu, 01 Maret 2014

Petani Sulit Lepas dari Jerat Rentenir

- Pemerintah Diminta Perbanyak Koperasi Pertanian

TEMPURAN, RAKA- Musibah banjir yang melanda pesawahan di Kecamatan Tempuran, membuat petani kelimpungan. Meskipun tak ada hujan susulan, genangan air begitu lama surut, sehingga petani terus mengurungkan jadwal tanam secara pasti.
Bawon Sawong (40), salah satu petani asal Dusun Bengle, Desa Pancakarya, Kecamatan Tempuran menyebutkan, banjir yang menerjang pesawahan di Kecamatan Tempuran sudah membuat petani menjerit karena kehabisan modal. Parahnya, jika sudah kehabisan modal, petani memilih mencari rentenir untuk meminjam dana talangan. Pasalnya, selain gagal tanam sampai persemaian yang terus membusuk, semakin menyesakan petani karena modal habis untuk membeli benih padi. "Saya sudah kehabisan modal, karena tandur sudah dua kali dan saat ini air masih menggenangi sawah setinggi 2 meteran di lokasi pesawahan Layapan. Kami sudah kedodoran dana dan sangat membutuhkan bantuan benih buat bibit," katanya, kepada RAKA.
Hal senada juga dikatakan, H Ijam Sujana, ketua KTNA Kecamatan Tempuran, praktik rentenir di wilayahnya sudah semakin tak terkontrol. Tak hanya di lingkungan koperasi, di masyarakat petani juga sudah menjamur. Seperti sistem bayar panen (yarnen), petani pinjam modal ke rentenir untuk biaya pertanian. Nanti, tambahnya, bayarnya setelah panen dengan bunga sekitar 20 persen dari total pinjaman. Seharusnya, praktik rentenir ini bisa dihilangkan, sebab jika sudah terjerat, petani susah lepas dari lintah darat tersebut. Karena itu, lanjut Ijam, pihaknya ingin pemerintah segera memperbanyak lagi jumlah koperasi, terutama yang bergerak di bidang pertanian, serta bisa memberi kompensasi benih padi saat bencana. "Mungkin solusi cari modal ya ke rentenir ini, coba kalau pemerintah sediakan koperasi pertanian lebih banyak? ini bisa teratasi," pungkasnya. (rud)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar