Rabu, 19 Maret 2014

30 Tower Disinyalir tak Berizin

- Kasie Trantib Lemahabang Tunggu Intruksi Penertiban

LEMAHABANG WADAS, RAKA- Upaya pihak pemerintah kabupaten yang mulai merancang Peraturan Daerah (Perda) Telekomunikasi, disambut baik pemerintah Kecamatan Lemahabang. Pasalnya, sudah sekian lama tower telekomunikasi bodong menjamur sampai kepelosok desa. Bahkan tower yang sudah lama beroperasi, namun tidak memperpanjang izinnya sampai saat ini masih berdiri kokoh tanpa penidakan dari pemerintah.
Kasie Trantib Kecamatan Lemahabang, H Baehaqi mengatakan, tercatat dalam laporan pemerintah desa secara manual, sekitar 27 tower bodong masih berdiri kokoh di Kecamatan Lemahabang sejak puluhan tahun silam. Selain menyangkut persoalan perizinan, tower yang sejak tahun 1980 ini juga tidak memberikan kompensasi bagi masyarakat dan pemerintah desa. Disisi lain, tower -tower tersebut masih aktif. "Di Kecamatan Lemahabang ini sudah hampir 30 tower kita anggap bodong. Selain tak berizin, juga tidak ada gelagat memberikan kompensasi kepada masyarakat desa," katanya kepada RAKA.
Lebih lanjut Baehaqi menambahkan, dulu saat tower berdiri sejak tahun 1980, tidak banyak perumahan-perumahan warga, namun seiring zaman, saat ini rumah sebagai tempat mukim masyarakat semakin bertambah disekitaran tower, namun tidak satupun yang memberi kompensasi kepada warga maupun pemerintah desa. Hal itu juga diperparah dengan bukti tidak diperpanjangnya perizinan. Ia sepakat dan mendukung upaya pemkab menertibkan tower-tower bodong tersebut. "Saya sangat mendukung upaya memberantas tower bodong ini, jikapun sudah ada intruksi menertibkan dengan bangga kami siap," ujarnya.
Sementara itu, seperti diberitakan sebelumnya, pemerhati lingkungan, Iwan Somantri mengatakan, penertiban menara telekomunikasi perlu dilakukan. Bahkan keberadaan tower operator selular perlu diatur oleh pemerintah daerah. "Tidak seperti sekarang, terkesan semrawut. Saya mensinyalir, tower yang ada kini sebanyak 629 buah belum banyak yang punya izin lengkap, terutama dari pemerintah daerah. Kalau sinyalemen itu benar, kita minta Pemkab Karawang tegas. Yaitu menertibkan kembali perizinan mereka. Sedangkan bagi pemohon izin baru ditahan dulu sebelum yang lama dibereskan. Bagaimana pun, ini menyangkut ketertiban selain menyelamatkan potensi PAD (pendapatan asli daerah)," sarannya.
Ia juga mendorong Satpol PP turun melakukan razia guna menertibkan tower-tower tak berizin. Surat Edaran Sekda Karawang yang waktu itu dijabat Iman Sumantri tertanggal 12 Nopember 2012 perihal IMB (izin mendirikan bangunan), menurutnya mesti ditindaklanjuti. "Di surat edaran itu sekda berpedoman kepada Perda nomor 4 tahun 2012 tentang Perizinan Terpadu. Diantara amanatnya, setiap orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan pendirian, perubahan atau penambahan bangunan harus memiliki izin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk," kutip aktivis Yayasan Kita-kita ini sambil memperlihatkan copy-an surat edaran Sekda tersebut.
Bagian lain dari isi surat edaran ini, lanjut dia, para penyelenggara menara seluler di wilayah Kabupaten Karawang agar tidak melakukan pembangunan menara sebelum memiliki IMB. Dalam kesempatan lain, Pansus DPRD yang sedang membahas Raperda tentang Menara Telekomunikasi atau Tower pernah menegaskan kesepakatannya memasukan pasal dalam draft payung hukum daerah, bahwa tower dilarang dibangun di area pemukiman warga. Alasannya, seperti dikemukakan ketua pansusnya, Nurlelah Saripin, dalam rapat lanjutan Senin (10/3) lalu. keberadaan tower operator selular berdampak radiasi yang berakibat fatal, dari sisi kesehatan dalam jangka waktu panjang bagi warga di sekitarnya. Oleh karenanya, pansus seirama menerapkan pasal larangan itu harus masuk menjadi bagian dari yang termaktub dalam raperda. Selain itu, Nurlelah juga kemukakan, jika keberadaan tower di lingkungan pemukiman penduduk bukan mustahil bisa membawa petaka, misalnya roboh tersapu angin kencang atau angin puting beliung. Walaupun pihaknya tidak berharap bencana alam terus terjadi di wilayah Kabupaten Karawang. "Sebenarnya banyak alasan. Yang lainnya, terlalu maraknya tower, terutama di perkotaan bisa mengganggu estetika. Belum lagi dalam jangka waktu lama besi tower yang sudah rapuh dan ditinggal pemiliknya, karena biasanya tower dibangun di tanah berstatus kontrak, akan menjadi onggokan besi tua. Di raperda ini, kita harus atur sedemikian rupa agar keberadaan tower, terutama tower operator selular dibatasi. Tidak bebas seperti yang ada sekarang hingga kesannya tak beraturan," tandas Nurlelah kala itu. (rud/vins)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar