Senin, 10 Maret 2014

Bupati akan Pecat Kepala SMAN 5

-Biaya Bimbel Tidak Rasional

KARAWANG, RAKA - Buntut dari pungutan biaya bimbingan belajar (bimbel) yang dilakukan SMAN 5 Karawang kepada 746 siswa kelas XII peserta ujian nasional (UN), kepala sekolah (kepsek) terkait terancam dipecat. Selain biaya bimbel dianggap tidak rasional, pungutan terhadap siswa di SMA negeri sudah tidak diperbolehkan. Sebab semua kebutuhan pembiayaan sudah tercover oleh program Biaya Operasional Perawatan Fasilitas (BOPF)

"Besok (hari ini), saya akan bicara dengan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Kadisdikpora). Saya ingin mengetahui kejelasan yang bersangkutan melalui Kadisdikpora. Sebab pungutan biaya bimbel itu sangat tidak rasional," ujar Bupati Karawang, Ade Swara, saat ditemui disela acara Ikrar Kampanye Damai Parpol dan Caleg Peserta Pileg 2014 di Lapang Karangpawitan, Minggu (9/3).
Disinggung soal tindakan, Ade Swara mengaku belum bisa berkomentar. Hanya yang pasti, dirinya akan memanggil Kadisdikpora Karawang, Agus Supriatman, untuk dimintai kejelasan terkait kasus tersebut. "Sanksi itu tetap ada. Tapi kita harus melakukan pengecekan dan klarifikasi. Bisa saja pada pemecatan jika memang tingkat kesalahannya tinggi," kata Ade.
Di tempat terpisah, Ketua Komisi A DPRD Jabar, Deden Darmansyah, menegaskan, jika angka Rp 700 ribu per siswa muncul dari kesepakatan orangtua siswa dan komite sekolah, pihak sekolah harus bisa memperlihatkan bukti berita acara pertemuan tersebut. Pihak sekolah juga harus bisa menunjukan Rancangan Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). "Tanggal berapa, berapa orangtua siswa yang hadir dalam pertemuan dan menandatangani kesepakatan itu. Apakah dari yang hadir dan menandatangani jumlahnya bisa mewakili para orangtua siswa kelas XII di SMA tersebut," ujar Deden.
Dijelaskan Deden, sejak tahun ajaran 2013-2014, Pemkab Karawang dan Pemprov Jabar sudah mengeluarkan program BOPF untuk mengcover kebutuhan para peserta didik dari mulai tingkat SD sampai SMA. Khusus tingkat SMA, terang Deden, dalam program tersebut setiap peserta didik mendapatkan bantuan Rp1 juta per tahun dari Pemkab Karawang dan Rp1,2 juta dari Pemprov Jabar.  "Jadi setiap tahun per satu siswa di tingkat SMA negeri, itu mendapatkan bantuan dana pendidikan sebesar Rp 2,2 juta. Jadi kenapa harus ada lagi pungutan bimbel, apalagi dengan angka yang sangat tinggi," ujar Deden.
Seharusnya, tambah Deden, di wilayah Jabar sudah tidak ada lagi sekolah yang melakukan pungutan dalam bentuk apapun kepada para peserta didiknya. "Seharusnya program pendidikan gratis dari SD sampai SMA di Jabar sudah terealisasi. Tak ada lagi beban biaya apapun," kata Deden.
Sementara itu, sejak pemberitaan soal biaya bimbel Rp 700 ribu, pihak SMAN 5 Karawang terlihat menutup diri. Untuk meminta kejelasan terkait bukti berita acara rapat orangtua dan komite sekolah, kepsek terkait selalu menghindar.  Diberitakan sebelumnya, SMAN 5 Karawang mamatok biaya bimbel untuk para siswa kelas XII yang akan mengikuti UN sebesar Rp700 ribu. Tentu saja tidak semua orangtua siswa menerimanya, lantaran biaya itu dianggap terlalu tinggi. "Bagi saya biaya itu memberatkan. Harusnya pihak sekolah melakukan perundingan dulu dengan para orangtua siswa. Jangan tiba-tiba mengeluarkan keputusan biaya bimbel sebesar Rp700 ribu," ujar salah satu orangtua siswa yang namanya enggan dikorankan, kepada RAKA saat itu.
Adanya beban biaya bimbel sebesar Rp 700 ribu per siswa, dibenarkan oleh Wakil Kepala SMAN 5 Karawang urusan Humas, Hari Radianto. Dihubungi  melalui ponsel Hari mengatakan, biaya bimbel sebesar Rp700 ribu itu diperoleh atas persetujuan para orangtua siswa. "Sebelum keluar angka itu, sebelumnya kami melakukan rapat komite orangtua siswa pada tanggal 21 Desember 2013. Dalam rapat itu diperoleh persetujuan dari para orangtua siswa yang hadir, terkait besaran biaya bimbel tersebut," ujarnya. (cr2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar