TELUKJAMBE, RAKA - Bisa jadi Karangligar menembus rekor tersering terkena banjir. Di tengah cuaca cerah dengan matahari yang penuh menyinari perkampungan di desa ini sepanjang Minggu (2/3), air luapan sungai Cibeet tak pernah kompromi untuk tetap kembali menggenangi ratusan rumah warga.
Akibat ketinggian air mencapai 1,5 meter dan terendah sedengkul orang dewasa, banjir kesembilan kalinya sejak tanggal 13 Januari lalu, kali ini datang dari jam 10.00 wib. Walau sudah terbiasa, warga tetap merasa stres menghadapi kondisi air yang tak pernah bersahabat lagi. Karena selain pusing harus terus berulang membersihkan rumah akibat lumpur dan sampah yang terbawa banjir, mereka pun dipaksa tidur sampai memasak di masjid, sekolah, atau di rumah tetangga yang tidak tersentuh luapan air. Kondisi paling membuat warga pusing, di tengah banjir yang selalu terulang membuat mereka tidak bisa melakukan aktivitas usaha.
"Kenapa kondisi kampung kami jadi parah begini. Padahal di perkampungan lain yang berdekatan dengan aliran sungai Cibeet malah tidak banjir. Apakah pemerintah daerah tidak punya cara bagaimana menyelesaikan semua ini. Paling tidak, penyebab banjir yang terjadi sejak tahun 2007 sudah dapat diketahui bagaimana penanganannya. Anehnya, setiap banjir datang hanya wacana saja dengan rencana mengajukan usulan ke pemerintah pusat buat perbaikan sungai Cibeet. Kenyataannya, hingga kini tak pernah ada action," ucap Agus Tohaeri, warga setempat.
Kondisi di lokasi banjir sampai kemarin petang, terdapat sekitar 160 an rumah terendam di Dusun Pangasinan RT 02 dan RT 03. Di dusun ini, dari hasil pantauan RAKA, genangan air terparah dengan ketinggian hingga 1.5 meter. Sedangkan di Dusun Kampek RT 05 ada 10 rumah yang ikut tergenang. Mungkin karena terlalu sering tersapu banjir, kali ini tak terlihat aparat dari pemkab atau melalui aparatur Kecamatan Telukjambe Barat yang turun memantau. Hanya satu orang Babinsa Polsek setempat berada di lokasi dengan menghimbau warga tetap waspada.
Informasi lain yang diperoleh RAKA dari aktivis lingkungan dan sosial Pepeling, menyebutkan, banjir di tengah cuaca cerah tersebut terjadi akibat debit air sungai Cibeet meninggi yang disumbang dari air hujan di hulu sungai. "Di kita memang tidak hujan. Tapi itu terjadi di hulu sungai. Hasilnya, ya beginilah. Makanya kami bersama rekan-rekan Pepeling tetap berada di lokasi banjir untuk ikut bersiaga. Kami juga terus berkomunikasi dengan rekan lain yang ada di sekitar sungai Cibeet dan Citarum guna memantau setiap perkembangan air," ujar Ahmad Samsudin.
Sebelumnya, beberapa warga yang seringkali menjadi korban banjir memastikan bahwa penyebab banjir dengan mudah terbaca. Misalnya di beberapa desa di wilayah Kecamatan Telukjambe Barat dan Timur, banjir seringkali merendam pemukiman warga serta ribuan hektar sawah akibat meluapnya sungai Cibeet maupun Citarum. Anehnya, seperti dipertanyakan Kosim Adiwijaya, sumber penyebab banjir tersebut hingga kini masih dicuekin pemerintah tanpa punya kemauan untuk melakukan perbaikan. "Sangat ironis tatkala pemerintah sudah tahu penyebab banjir tapi hanya sebatas ngomong doang tanpa melakukan aksi apa-apa untuk memperbaikinya. Terlepas itu kewenangan pusat, provinsi, atau pemerintah Kabupaten Karawang, semestinya semua pimpinan pemerintahan di semua level segera turun tangan menyelesaikan masalah ini. Percuma bupati, gubernur, sampai presiden turun ke lokasi banjir bila apa yang dilakukannya cuma selesai sebatas memberikan bantuan logistik yang bersifat darurat dan sesaat. Yang diinginkan kami, pemerintah harus mampu bagaimana banjir tidak terus terulang," sesal mantan kepala Desa Parungsari ini. (vins)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar