Dalam surat eksekusi tersebut disebutkan, sengketa atas lahan seluas 350 ha itu dimenangkan oleh PT. Sumber Air Mas Pratama (SAMP). "Kami jelas menolak pelaksanaan surat eksekusi itu. Penolakan kami lakukan karena menurut kami itu tidak atas landasan keadilan. Betapa tidak, kasus ini masih dalam sengketa dan masih terjadi tumpang tindih putusan. Tapi tiba-tiba Ketua PN Karawang yang baru mengeluarkan surat eksekusi atas kemenangan PT. SAMP," ujar Kedung Bin Saikam, salah seorang pemilik lahan yang menerima surat eksekusi.
Dikatakan Kedung, untuk panggilan aanmaning, pihaknya dapat menerima sebagai teguran atau peringatan dari Ketua PN Karawang kepada dirinya. Itupun, lanjut dia, atas dasar Surat Penetapan Nomor 4/Pen/2014/PN.Krw, Jo Nomor 2/Pdt.G/2007/PN. Krw, Jo Nomor 272/Pdt/2008/PT. Bdg, Jo Nomor 695 K/Pdt/2009, Jo Nomor 160 PK/Pdt/2011, tanggal 30 Mei 2014. "Hal lain yang menjadi dasar penolakkan kami warga tiga desa, adalah terdapatnya gugatan perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga. Yakni atas nama Rudi Priadi Bin Rukman yang memiliki lahan seluas 2.500 M2, yang merupakan bagian dari objek yang dimohonkan eksekusi dalam perkara perdata nomor 2/Pdt.G/2007/PN. Krw," lanjutnya.
Gugatan perlawanan tersebut, terang dia, terdaftar di Kepaniteraan PN Karawang. Gugatan itu, beregister nomor 9/Pdt.G/Plw/2012/PN.Krw, yang melibatkan PT. SAMP sebagai tergugat I. "Saat ini masih diproses di tingkat kasasi Mahkamah Agung RI," katanya.
Di tempat yang sama, Kuasa Hukum warga pemilik lahan di tiga desa tersebut, Yono Kurniawan, menyesalkan atas dikeluarkannya surat eksekusi tersebut. Pasalnya, kata dia, kasus tersebut masih berjalan dan terdapat keputusan tumpang tindih. Selain itu, lanjut dia, ada sejumlah warga yang tidak menjadi pihak dalam perkara perdata, tetapi tanahnya masuk dalam putusan yang akan dieksekusi. "Yang paling tidak bisa diterima, semula dalam putusan eksekusi hanya pada lahan seluas 74 ha. Tapi kemudian secara tiba-tiba dalam surat eksekusi yang kini dikeluarkan Ketua PN Karawang, lahan yang dieksekusi menjadi seluas 350 ha," ujar Yono.
Atas putusan ini, lanjut Yono, pihakya jelas akan melakukan perlawanan, baik itu berbentuk hukum maupun perlawanan dalam bentuk lain. "Dalam bentuk hukum, kami akan kembali mengajukan penunjauan kembali (PK) kedua kami ke MA," lanjut Yono.
Dalam kasus sengketa tanah ini, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) juga langsung turun ke Karawang. Kepala Biro Penegakkan HAM Komnas HAM, Jhony Efendi mengatakan, pihaknya sengaja turun ke Karawang untuk melakukan antisipasi terjadinya konflik besar antara warga dengan pengusaha. Dalam hal ini, pihaknya akan berada di Karawang selama beberapa hari untuk melakukan penelusuran terkait permasalahan tersebut. "Saat ini kami masih mempelajari dan belum mendapatkan kesimpulan apapun," ujarnya.
Berdasarkan pantauan, sejak pukul 08.00 WIB, Kantor Pengadilan Negeri Karawang sudah dipenuhi oleh warga dari tiga desa yakni Wanasari, Wanakerta dan Margamulya. Sementara puluhan aparat Brimob Polda Jabar dan Dalmas Polres Karawang pun terlihat siaga, lengkap dengan perlengkapan anti hura-hara.
Tidak hanya itu, Kapolres Karawang AKBP Daddy Hartadi yang baru beberapa hari menjabat pun turun langsung ke lokasi. "Ini hanyalah bentuk kesiagan dan antisipasi dari aparat keamanan. Di sini, kami hanya ingin menjaga suasana agar tetap kondusif," tandas Daddy. (ops)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar