Pasalnya, kebijakan demikian tidak berpengaruh positif untuk mendongkrak PAD (pendapatan asli daerah) Kabupaten Karawang, kecuali baru sebatas menambah kemacetan arus lalulintas dan membludaknya jumlah penduduk yang disumbang oleh kaum urban atau pendatang. "Sampai sekarang kita tidak punya apa-apa dari industri (pajak-pajak besar), kecuali PBB (pajak bumi bangunan). Kalaupun ada pajak BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), cuma satu kali setiap transaksi jual beli tanah. Selain itu semua ke pusat," ungkapnya saat berbincang khusus dengan RAKA akhir pekan kemarin.
Saat ini pihaknya sedang fokus mengejar semua pengusaha industri agar kantor pusat atau badan usaha mereka dipindahkan ke Karawang. Artinya, bukan sekadar pabrik memilih direlokasi ke daerah ini. Alhasil, sampai pajak PPh pun tidak bisa ditarik pemkab. "Mereka mengaku punya kantor di Jakarta. Nyatanya kita sering juga ditipu, dibohongi. Sebab ketika kita lihat di sana (Jakarta), ruangannya kecil, enggak ada apa-apa, malah kursinya butut. Ini berarti base utama mereka sebenarnya di Karawang. Makanya ini yang sedang kita bicarakan langkah benarnya seperti apa. Jangan kita salah langkah," ujarnya.
Mengenai rencana pemerintah pusat yang akan membangun bandara di Karawang, bupati berkeinginan kajiannya harus benar-benar berkualitas, khususnya terkait pilihan tempat yang sempat diwacanakan antara selatan dan utara. Menurutnya, kalau pada akhirnya bandara memungkinkan dibangun di utara Karawang, berarti mesti ada reklamasi atau laut di lepas pantai diurug. Sebab jika mengambil area lahan terbuka di darat, di sana pesawahan hampir sampai bibir laut. Dan ketika nanti bandara juga dibangun tak jauh dari pelabuhan Cilamaya, peminat untuk melaksanakan proyek reklamasi sudah ada. "Dari beberapa investor yang berminat, di antaranya terdapat pengusaha asal China. Mereka sudah berpengalaman membuat sistem ini di berbagai negara. Hanya saja, bila Jepang sama-sama punya kepentingan serupa bagaimana mengamankan bisnis di Indonesia, utamanya di Karawang, agak mustahil China diberikan peran pada kedua megaproyek ini. Indikasinya bisa kita baca bagaimana JICA (Japan International Cooperation Agency) lebih mengarahkan hasil penelitian buat bandara di selatan Karawang. Bagaimanapun, Jepang dan China adalah kompetitor di dunia bisnis. Saya sendiri rasa-rasanya enggak yakin begitu (bisa bekerjasama)," nilai bupati.
Ia juga mendengar kabar bahwa salah satu calon investor dari Jepang yang punya keinginan menggarap proyek bandara adalah Toyota, dan sejumlah pengusaha besar lainnya dari Negeri Matahari Terbit tersebut. "Megaproyek ini memang kerjasama G to G (antar negara). Hanya nanti yang mengerjakan pihak swasta. Di sini pemerintah daerah tetap mesti punya peran sebagai pemilik lokasi. Kendati saya melihat Pemprov Jawa Barat belum pernah memberikan support. Malah kita sempat bersitegang dengan DPRD provinsi, mereka khawatir kalau bandara Kertajati Majalengka didahului bandara Karawang. Padahal di sini ada dua kepentingan berbeda. Di Kertajati kepentingan provinsi, di kita kepentingan pusat. Oleh karenanya hampir semua orang provinsi tidak memperlihatkan atensi yang serius untuk mendorong bandara di Karawang," ungkapnya. (vins)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar