English French Spain Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Senin, 03 Maret 2014

Kesaksian Warga Kutamaneuh Tahun 1965

Ratusan Pengungsi Berbondong-bondong ke Cicangor

Desa Kutamaneuh, Kecamatan Tegalwaru, yang jauh dari hiruk pikuk dan ketidakstabilan suhu politik, ternyata menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang hidup pada zaman kemerdekaan hingga tahun berdarah pertengahan 1965. Saat itu, ratusan orang berbondong-bondong mengadu nasib mencari kehidupan yang lebih baik di wilayah hutan Kutamaneuh dan sekitarnya.

Diceritakan Memed Sastrahadipura (59), warga Kampung Cicangor, Desa Kutamaneuh, saat dirinya berusia enam tahun banyak orang datang ke kampungnya hanya untuk ikut bercocok tanam. Memed menyaksikan para pengungsi hanya membawa modal alakadarnya agar bisa berkebun, atau sekadar mendapatkan makanan untuk bertahan hidup. Tak banyak yang mereka bicarakan, terlebih persoalan politik atau masalah ekonomi yang menerpa pendatang di kampung asalnya. "Mereka berasal dari Sukamandi, Subang, Rengasdengklok, hingga berbagai daerah lainnya," ujarnya, Minggu (2/3) kemarin.
Ia melanjutkan, kehidupan yang jauh lebih sulit dibanding masyarakat Kutamaneuh, membuat para pendatang sanggup bertahan hidup hingga padi yang mereka tanam membuahkan hasil. Bahkan, banyak diantara pendatang yang menumpang hidup di rumah warga sampai masa panen. "Padahal saat itu mereka datang ke Kutamaneuh membawa keluarganya. Bisa dibayangkan bagaimana kesulitan mereka untuk bertahan hidup sampai menunggu panen," tuturnya.
Setelah persoalan konflik peralihan masa Orde Lama ke Orde Baru selesai, ditambah dibangunnya saluran irigasi di berbagai tempat lahan garapan yang berpotensi mendongkrak produksi pangan, para pendatang tersebut akhirnya kembali ke daerahnya masing-masing. "Saat ini kita lihat daerah mereka justru lebih baik dibanding Kutamaneuh. Kondisi pertanian di sini jauh tertinggal, karena tidak ada pembangunan irigasi di Cicangor," ungkapnya.
Kini zaman terus berkembang, Memed tidak pernah menganggap lambatnya perkembangaan tempat kelahirannya karena banyak menampung pengungsi, tapi dirinya berharap setelah melihat peristiwa masa lalu, infrastruktur irigasi dapat dibangun di Desa Kutamaneuh. "Jika ada perbaikan pasti dapat memberi manfaat bagi masyarakat yang ada di Kutamaneuh," ujarnya.
Hal sama juga diungkapkan, Olih (70), sebagai warga Kutamaneuh dirinya berharap pemerintah membangun saluran irigasi di wilayahnya. Karena kehidupan petani akan meningkat jika hasil panen terus bertambah, walaupun sebagian besar pemilik lahan pertanian bukan warga asli Kutamaneuh. "Irigasi adalah syarat agar pertanian di Kutamaneuh berkembang," tuturnya. (ark)


Cerita lainnya :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar