"Dulu kan sudah kita ingatkan, tolong Dinas Cipta Karya hati-hati dalam menentukan pemenang tendernya. Karena saat itu muncul kabar tak sedap bila selama proses lelang berjalan diduga ada 'permainan'. Terlepas benar atau tidaknya kabar minor itu, nyatanya sekarang terbukti bahwa hasil kerja pemborong yang menggarap proyek ini tidak mampu membuktikan sesuai masa kontrak. Ironis kalau Dinas Cipta Karya juga terkesan memanjakan pemborongnya dengan selalu memberikan toleransi waktu," kecut Asep Toha dari Gerakan Rakyat Pemberantas Korupsi (GRPK).
Dia pertegas, bau busuk yang terendus sejak awal bisa jadi menjadi bagian dari proses pelaksanaan di lapangan yang tidak beres-beres. Makanya, Asep menantang para petinggi Dinas Cipta Karya mampu membuktikan sebagai pihak yang tak terlibat dalam 'permainan' tender. Yakni, segera membuat keputusan tegas, berikan sanksi dengan menghentikan pekerjaan, dan tender ulang. "Bukan malah justru dibiarkan ngambang. Masalah tekhnis, dalam dokumen perencanaan sudah jelas. Termasuk dalam kontrak juga jelas disebutkan kesanggupan-kesanggupan pelaksana proyek tersebut. Jangan-jangan nanti kalau telat lagi ada alasan teknis lagi. Dari dulu saya usulkan ada reward and funishman jelas kepada rekanan pemkab," sesalnya.
Komentar lain dikemukakan aktivis dari Jaringan Masyarakat Peduli Hukum (JMPH) Karawang, Hendra Supriatna SH. Menurutnya, semua aturan mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah telah jelas. Termasuk bentuk sanksi yang mesti diberikan kepada penyedia jasa sudah terang benderang. Sehingga ketika menyikapi hasil pengerjaan gedung paripurna DPRD Karawang pihak Dinas Cipta Karya terkesan lemah, Hendra merasa heran. Kata dia, jangan-jangan apa yang pernah mengemuka atas hasil lelang proyek ini pada tahun anggaran 2013 lalu memang 'bermasalah'? "Kalau sudah begini, apa yang bisa kita harapkan dari Pemkab Karawang? Terus terang, kita patut prihatin di kala kalangan pengambil kebijakan di pemerintahan daerah tidak berdaya saat menghadapi pemborong seperti ini. Padahal tahu, keberadaan gedung paripurna DPRD yang sangat di depan mata begitu mudah terkontrol masyarakat, utamanya dari rekan-rekan aktivis maupun jurnalis. Artinya, apapun hasil pekerjaan pasti mendapat perhatian. Paling tidak, kenapa ini seolah lepas dari pertimbangan? Jadi, aneh saja setelah lewat waktu masa denda masih tetap diberikan toleransi?" sentil Hendra yang kini aktif bekerja di LBH Jakarta.
Sebelumnya, Dinas Cipta Karya diminta oleh Sekretaris DPRD Karawang HA Suroto untuk segera mengambil langkah-langkah tindakan terhadap pemborong yang sedang menangani proyek rehab total gedung wakil rakyat daerah lumbung padinya Jawa Barat ini. Sebab penambahan waktu dari denda masa kontrak yang telah habis tanggal 9 Pebruari kemarin, Suroto katakan, tetap tidak selesai. Apa yang dilihatnya dari hasil pengerjaan baru sekitar 80 persen. "Kami memang belum menerima laporan resmi hasil evaluasi teknis dari Dinas Cipta Karya. Namun kondisi bangunan secara kasat mata paling cuma sekitar 80 persen. Atap, lantai, sampai kaca saja belum dipasang. Kalau kondisi seperti ini terus dibiarkan tanpa sanksi tegas, bukan mustahil jadi preseden buruk buat proyek-proyek lainnya," ujarnya.
Sedangkan jawaban Kepala Dinas Cipta Karya Dedi Ahdiat, bahwa batas akhir denda bagi pemborong rehab total gedung paripurna DPRD telah diberikan toleransi sampai pertengahan Maret 2014. Alasan dia, pemborong bersangkutan selama 15 hari tidak dapat bekerja akibat di dalam gedung itu terdapat sisa coran bangunan lama berupa tiang pancang. Adanya kendala seperti itu, Dedi mengaku, waktu 15 hari tersebut tidak masuk hitungan denda. Alhasil, batas akhir tanggal 9 Pebruari kemarin menjadi bertambah. (vins)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar