English French Spain Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Kamis, 27 Februari 2014

Karawang Selatan Surga Pengusaha Nakal

TEGALWARU, RAKA - Tokoh pemuda Kecamatan Tegalwaru, Redi Nugraha, mengatakan, lemahnya sikap Pemerintah Kabupaten Karawang terhadap perusahaan yang melanggar aturan lingkungan, membuat Karawang selatan menjadi surga bagi pengusaha nakal.

"Perusahaan tidak berizin saja berani merusak lingkungan, apalagi yang berizin. Namun tidak ada tindakan dari Pemerintah Kabupaten Karawang," ujarnya, beberapa waktu lalu.
Selain itu, Redi mengatakan, di Tegalwaru banyak penggalian ilegal yang tidak ditindak oleh aparat pemerintah. "Saya berharap pemerintah bersama-sama mempertahankan hutan yang ada di Tegalwaru atau Gunung Sanggabuana secara lebih khusus," tuturnya.
Diketahui, lemahnya tindakan pemerintah terhadap pengusaha nakal karena ada peran mafia tambang. Bukan rahasia umum para mafia tambang ini memiliki kekuatan yang besar. Mereka gabungan dari orang yang memiliki uang dan kekuasaan. "Lebih dari itu, mafia hukum di bidang pertambangan merupakan konspirasi kuat antara pengusaha dan penguasa," kata aktivis lingkungan, Lukman Buntara.
Dampak kerusakan akibat pertambangan tidak berizin ini sudah dirasakan sebagian masyarakat Kecamatan Pangkalan dan Kecamatan Tegalwaru. Kerusakan Sungai Cigeuntis akibat aktivitas penggalian pasir ilegal membuat arus sungai terbesar di Karawang selatan itu semakin deras. Alhasil, tebing dan jalan penghubung hancur karena terus menerus dihantam arus sungai. Contoh lainnya adalah mulai keringnya beberapa mata air di Pangkalan karena maraknya pertambangan di wilayah karst. Meski pertambangan tersebut disinyalir sudah ada sejak zaman Belanda, namun saat itu aktivitas tambang masih menggunakan alat tradisional.  "Sebelumnya kekurangan air ini belum pernah terjadi, terutama setelah adanya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang mengambil sumber dari Goa Ciburial, Desa Tamansari. Sebab biasanya daerah tersebut dalam setiap tahunnya tak pernah kekurangan air. Kalaupun berkurang paling hanya sedikit saja, dan tak pernah sampai total apalagi sampai siang malam," keluh Marlina (20), warga Kampung Jati, Desa Jatilaksana.
Dari kelangkaan air tersebut, Marlina memprediksi adanya pengaruh dari eksploitasi batu kapur yang semakin marak. Jika hal ini dibiarkan, tidak mustahil masyarakat yang selama ini menikmati layanan PDAM, akan menderita kritis air karena tidak ada lagi sumber air yang terdapat di lingkungan tersebut. (ark)

Cerita lainnya :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar