Kepala Dinas Sosial dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Karawang, Rokhuyun A. Santosa, mengaku sejak terjadi bencana pada 9 Januari silam hingga saat ini, pihaknya sudah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 250 juta ditambah dengan alokasi anggaran dari bantuan presiden yang baru dicairkan Rp. 500 juta dari total Rp 1 miliar. Seluruhnya, anggaran tersebut telah ditelan untuk bantuan logistik, yang diberikan kepada korban bencana. "Sampai sekarang Rp 250 juta dari Dinsos dan bantuan presiden Indonesia dan beras itu Rp 500 juta, itu tahap awal," ungkapnya kepada RAKA, Senin (10/2).
Diakui Rokhuyun, alokasi anggaran untuk logistik menurutnya tidak terlalu besar, namun nanti pasca banjir inilah yang akan memakan anggaran sangat besar. Maka tak heran jika ia memprediksi pemerintah daerah akan membutuhkan anggaran miliaran untuk pasca banjir, yakni peruntukan bantuan sosial bagi korban bencana yang rumahnya rusak. "Yang memakan (anggaran besar) itu memang pasca banjir, beurat etamah. Itu memang kita harus ada dana miliaran," kata Rokhuyun.
Rencananya bantuan stimulan bagi korban bencana yang rumahnya rusak akan diberikan sesuai kondisi kerusakan. Bagi yang mengalami kerusakan berat akan diberikan Rp. 2,5 juta, untuk rusak sedang Rp. 1,5 juta, dan rusak ringan Rp 750 ribu. Maka tak heran jika pemerintah diprediksi akan mengeluarkan miliaran rupiah untuk bantuan sosial pasca bencana. "Itu beratnya, salah satunya untuk dana stimulan. Ini bagi terkena dampak musibah bencana, ya. Pokoknya sejak tanggal 9 itu termasuk puting beliung, longsor dan banjir, jadi bukan banjir saja," imbuhnya.
Saat ini pihaknya sedang melakukan verifikasi rumah warga yang rusak akibat dampak bencana. Verifikasi yang melibatkan TKSK, dan PSM ini diharapkan memberikan data yang valid. "Satu bulan ini dilakukan verifikasi terlebih dahulu. Mudah-mudahan segera selesai, laporan dari tiap desa kita tampung, kita ada tim di kecamatan kan kita ada TKSK kita verifikasi," bebernya.
Namun yang dikhawatirkan jika alokasi anggaran dari bantuan tidak terduga (BTT) yang ada saat ini tidak mencukupi dari jumlah penerima. Maka alternatifnya kemungkinkan nominal bantuannya akan berubah, atau akan ditambahkan dengan alokasi dari bantuan presiden yang sisa Rp 500 juta. Namun itu semua keputusannya ada di tangan Bupati. "Kalau tidak sanggup nanti kan dari BTT, kalau tidak mampu nya bisa saja berubah. Nah nanti ripuhnya kan nantinya kalau jumlahnya banyak, tidak cukup itu gimana? Nanti nunggu kebijakan pak bupati," tutur mantan Kadishub ini.
Sementara itu, di tempat berbeda pengamat kebijakan publik, M. Iqbal, menilai, untuk memaksimalkan anggaran ini tentu dibutuhkan verifikasi yang akurat di lapangan. Sehingga validasi data dapat tepat sasaran 100 persen. "Dibutuhkan verfikasi yang tepat akurasinya," kata dia.
Selain itu, selain akurasi dalam melakukan verifikasi, pertimbangan soal warga miskin harus menjadi prioritas utama untuk mendapatkan bantuan ini. "Yang pasti warga miskin harus menjadi perioritas utama," tandasnya. (vid)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar