"Saya berharap pada pemerintah agar dapat mengarahkan penduduk melakukan penambangan batu kapur secara bijaksana, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Selain itu pemerintah supaya lebih memperhatikan wilayah pertambangan yang ada di daerahnya, agar penduduk dapat melakukan penambangan secara bijaksana," ujar Marlina (20), warga Kampung Jati, Desa Jatilaksana yang juga pengamat masalah lingkungan, beberapa waktu lalu.
Bukan hanya itu, Marlina juga mengingatkan perlunya koordinasi untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Baik antar penambang, pemilik modal, masyarakat dan pemerintah. Paling tidak untuk mengupayakan agar usaha yang dilakukan tidak merusak lingkungan. "Perlu ada koordinasi antar pemilik lahan penambangan batu kapur untuk menghindari persaingan yang tidak sehat. Selain itu, harus ada upaya menciptakan sektor mata pencarian lain sebagai penopang kehidupan masyarakat setempat, serta penutupan bekas galian penambangan batu kapur dan menanami kembali agar terjaga kelestarian lingkungan pertambangannya. Bukan malah terus membiarkan pertambangan tersebut terus bertambah," tandas Marlina, seraya menambahkan saat ini lahan batuan kapur sebagian besar sudah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan.
Perlu disampaikan, sebelumnya galian C yang disinyalir ilegal di Desa Wargasetra, Kecamatan Tegalwaru, sempat diprotes warga. Pasalnya, selain menggunakan alat berat, aktivitas tambang tersebut juga kerap menggunakan bahan peledak. Bahkan keluhan itu juga dilontarkan warga Desa Tamansari dan Desa Tamanmekar, Kecamatan Pangkalan. Masyarakat mengeluhkan akibat penambangan menggunakan alat peledak tersebut mengakibatkan dinding rumah warga sekitar pertambangan retak-retak.
Selain di Tegalwaru, kekinian persoalan kerusakan karst Pangkalan juga menjadi isu hangat di Kabupaten Karawang. Diketahui, Pemkab Karawang hingga kini belum memberikan izin kepada PT Jui Shin Indonesia (JSI) untuk menambang di wilayah Kecamatan Pangkalan dan sekitarnya. Sedangkan bagi penambang rakyat, pemkab masih memberikan toleransi. Hal itu dilkatakan Bupati Ade Swara kepada para awak media, akhir pekan kemarin. "Dari dulu kita belum memberikan izin. Adapun SPPR (Surat Permohonan Pemanfaatan Ruang) yang pernah dibuat terintegrasi harus dengan pabrik. Kalau pabriknya dibuat di Karawang, perizinan lain akan dilanjutkan. Ini masalahnya, mereka membangun pabrik di Bekasi," ujar Ade.
Begitu halnya bagi penambang yang bukan lagi sekelas penambang rakyat, bupati tetap menegaskan izin belum dikeluarkan. "Yang pasti kita benahi soal ini. Saya ingat-ingat kembali apa yang sudah dikeluarkan pemkab, ternyata kita memang belum memberikan izin. Kecuali pihak Jui Shin sendiri pernah mengajukan izin eksplorasi. Itu kan sebatas penelitian. Tidak ada masalah. Namun bukan berarti mereka (JSI) bisa menambang di daerah kita," tandasnya. (ark/raka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar