Di rumah yang terbilang mini, Sapnah harus tinggal bersama anak, suami, menantu, cucu dan juga orang tuanya yang semuanya berjumlah lebih dari 6 orang. "Ya mau gimana lagi, tidak ada lagi tempat tinggal. Saya disini bareng dengan anak-anak, menantu juga disini, tinggal dibagi-bagi saja tempatnya," katanya.
Kondisi rumah Sapnah saat ini, sudah rusak dan berlantai tanah yang dilapisi plastik. Tembok dari bilik bambu banyak yang bolong. Bahkan salah satu sisinya tak bertembok dan menempel langsung pada rumah tetangga. Jika hujan turun, terkadang dia tak bisa tidur karena bocor. "Kadang saya suka gak enak sama tetangga, soalnya rumah saya nempel langsung dengan rumah tetangga. Tapi, saya gak bisa berbuat banyak, karena kondisinya memang seperti ini," ucapnya.
Sebetulnya, Sapnah ingin memperbaiki rumahnya tersebut, namun kondisi ekonomi memaksanya belum merealisasikan keinginannya tersebut. Penghasilannya sebagai pedagang makanan keliling dan juga penghasilan suaminya yang tak pasti, tak cukup untuk memperbaiki rumahnya tersebut. "Kalau ada orang yang membantu saya sangat senang sekali. Hasil dagang gak cukup, inipun dagangannya punya orang," tutur Sapnah.
Sementara itu, salah seorang pemerhati sosial, Wahyudin, meminta Pemkab Karawang untuk menuntaskan persoalan rumah tidak layak huni. Imej Karawang sebagai kota industri, ternyata belum berdampak terhadap peningkatan perekonomian masyarakat secara menyeluruh. "Mungkin di kecamatan lain juga banyak yang seperti ini. Oleh karena itu, ini adalah PR (pekerjaan rumah,red) dari pemkab untuk menuntaskan persoalan ini," terangnya.
Menurutnya, tempat tinggal yang layak merupakan kebutuhan dasar setiap masyarakat dan ini adalah tugas pemerintah untuk memfasilitasinya. "Kalau rumahnya kumuh, tentunya bakal berdampak pada masalah kesehatan. Jika demikian, persoalan akan semakin rumit. Oleh sebab itu, persoalan ini saya rasa harus segera dituntaskan secara merata di Karawang," ditegaskannya lagi. (asy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar