"Bisa saja wajah-wajah penghuni gedung wakil rakyat terdapat muka-muka baru. Tapi perilaku mereka dalam pemerintahan nanti tetap sulit diandalkan sebagai penyambung lidah kepentingan rakyat secara utuh. Logika sederhana, bagaimana mereka mampu melakukan perubahan lebih baik jika perilaku tak taat aturan masih berani dilakukannya? Baru menyandang status calon saja sudah melabrak aturan, bagaimana setelah mereka terpilih? Kalau para caleg menawarkan perubahan, buktikan itu. Jangan sekadar basa-basi doang. Rakyat sudah jengah. Atau jangan-jangan jargon perubahan yang selalu mereka dengungkan adalah perubahan untuk tidak berubah?" sesal Awandi.
Diingatkan dia, yang dibutuhkan rakyat sekarang bagaimana mereka mampu memperlihatkan keteladanan positif dalam berperilaku. Bukan justru membuka aib sendiri sebagai bagian dari orang-orang yang enjoy terhadap kondisi status quo. Awandi pahami, ambisi berlebihan untuk bisa meraih kemenangan menjadikan seorang caleg menghalalkan segala cara. Sampai aturan main pun dalam berkampanye, menurutnya, seringkali disiasati bahkan berani dilanggar. Bukan mustahil, kalangan penyelenggara pemilu sekalupun, Awandi kemukakan. termasuk pengawas diajak konspirasi agar ikut tutup mata atas pelanggaran yang diperbuat caleg.
"Kami sangat prihatin tatkala muncul dalam pemberitaan media massa jika di wilayah Kecamatan Tirtajaya ada dugaan keterlibatan oknum PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) turut pada kegiatan kampanye seorang caleg. Bahkan katanya ada pula orang berstatus PNS ikut-ikutan menjadi tim sukses. Apa yang mengemuka itu memperlihatkan kepada kita semua bahwa rakyat negeri ini masih selalu ditawarkan kemunafikan. Dengan demikian, perubahan yang menjadi jargon di kalangan politisi hanyalah kalimat kosong dan mimpi bagi rakyat. Sekarang tinggal sejauhmana rakyat sendiri 'menghukum' mereka yang kaum munafikin itu," wanti-wanti Awandi.
Ia meyakini pula, tatkala kebiasaan buruk tetap dipelihara oleh mayoritas kaum politisi, hal yang bisa dipastikannya tingkat kepercayaan rakyat terhadap parpol terus melorot. Ini akan berpengaruh terhadap eksistensi lembaga di pemerintahan. Untuk melihat sejauhmana sisa kepercayaan rakyat kepada politisi, Awandi mempersilahkan mengukur ini dari angka partisipasi pemilih pada Pemilu 9 April mendatang. Kendati di sisi lain, pengaruh money politic atau politik uang, sulit dipungkirinya, menjadi alasan tersendiri tetap bagusnya jumlah partisipasi politik masyarakat dalam pemilu. "Kita lihat saja," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Panwaslu Karawang merasa bahwa potensi konflik di Pemilu 2014 tetap ada. Salah satu indikasi yang terbaca ketuanya, Nourkinan, adalah dengan perilaku di kalangan caleg walaupun tidak semuanya. Mereka, dia sebut, masih banyak yang membandel melakukan kampanye di tempat-tempat terlarang semacam di majelis taklim, masjid, musholla, atau tempat ibadah lainnya sampai ke tempa-tempat pendidikan.
"Tidak hanya sebatas APK (alat peraga kampanye) yang sudah ditertibkan mereka pasang lagi. Tapi pula dengan alih-alih ikut pengajian, di antara caleg malah berujung pada kegiatan yang mengarah ke kampanye. Kami melalui Panwascam sudah menyampaikan surat himbauan ke setiap pengelola majelis taklim, DKM, sampai ke para kepala sekolah supaya tempatnya tidak dijadikan ajang kampanye," ungkap Nourkinan. (vins)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar