English French Spain Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Jumat, 14 Februari 2014

Tangani Caleg Stres, Dinkes Tak Bisa Gandeng Pesantren

PURWAKARTA,RAKA-Meski fasilitas dan tenaga kesehatan kejiwaan minim di RSUD Bayu Asih, namun Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta memastikan tak bisa menggandeng pondok pesantren dalam penanganan caleg stres pasca Pileg 2014. Ini disebabkan adanya perbedaan cara penanganan pasien oleh RSUD dengan pondok pesantren. Dimana, RSUD melakukannya melalui pendekatan medis, sementara ponpes melalui cara lain. Diketahui, terdapat beberapa ponpes di Purwakarta yang sering dijadikan tempat rehabilitasi orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Salah satunya Ponpes Cireok, Kecamatan Campaka. "Penanganannya beda antara pesantren dengan medis," ungkap Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta, Didi, belum lama ini.
Menurutnya, jika pun nanti ada caleg stres karena gagal menang di Pileg, penangananya dipastikan akan dilakukan di RSUD Bayu Asih. Sebab tenaga medis kejiwaan sudah ada. Jika pasien memerlukan penanganan lebih lanjut, baru dia akan dirujuk ke RSJ yang sudah menjalin kerjasama dengan Pemkab Purwaklarta sejak awal 2013 lalu. "Kalau perlu, ya dirujuk," tegas Didi, seraya menyebut bagi caleg miskin pemegang kartu Jampis biaya pengobatan bahkan bisa digratiskan.
Kondisi ini diamini Dirut RSUD Bayu Asih Purwakarta, Agung Darwis. Meski tak berharap ada caleg stres dampak Pileg, namun sebagai antisipasi, rumah sakit plat merah ini mengaku sudah melakukan upaya persiapan. Termasuk kaitan keberadaan tenaga medis kejiwaan. "Sudah ada dokter jiwa. Hanya jumlahnya cuma 1 orang," ungkap Agung Darwis.
Atas kondisi ini pula, RSUD nantinya hanya melayani pasien rawat jalan, tidak rawat inap. "Bagi pasien yang membutuhkan penanganan lebih lanjut akan dirujuk ke RS lain yang memiliki tenaga dan fasilitas lebih memadai," papar Agung.
Diketahui, jumlah caleg DPRD Purwakarta saat ini sebanyak 485 orang. Sementara jumlah kuota kursi di DPRD hanya 45 orang. Itu artinya, 440 orang lainnya dipastikan kalah dalam pertempuran politik lima tahunan ini. Jika tidak berusaha legowo sejak dini, tak menutup kemungkinan, mereka akan mengalami gangguan kejiwaan dari mulai stres, hingga gila. "Caleg harus siap menang dan siap kalah. Kalau tidak, stres dan gila bisa jadi resikonya," ucap Ketua Parlianment Watch Indonesia (PARWI) Purwakarta Eka Prabu, baru-baru ini.
Menurut dia, terdapat beberapa alasan mengapa caleg kalah berpotensi  mengalami gangguan kejiwaan. Pertama, jumlah biaya yang dikeluarkan masing-masing caleg cukup besar. Terlebih untuk biaya kampanye. Akibatnya, tak sedikit caleg yang akhirnya terpaksa berhutang atau bahkan menjual barang-barang berharga miliknya demi mewujudkan mimpi politiknya itu. Termasuk nekad berhutang ke rentenir.
"Kalau dana ini diperoleh hasil pinjaman, atau jual barang. Dipastikan jadi persoalan di kemudian hari. Apalagi kalau yang dijualnya itu adalah rumah yang selama ini mereka tempati," urai Eka.
Kedua, banyak caleg yang orientasi pencalonannya bukan didasarkan pada semangat melayani rakyat. Melainkan lebih pada gengsi politik. Ingin menunjukan bahwa dirinya laku di masyarakat.
Jika kalah, tipe caleg seperti ini juga diyakini akan memiliki beban psikologis lebih besar. Resiko stres dan gila, bisa saja menghinggapi begitu mengetahui namanya tidak banyak dipilih rakyat. "Termasuk caleg yang motivasi pencalonannya karena khawatir tidak punya lagi posisi di masyarakat. Terutama caleg yang berasal dari eks pejabat. Baik pejabat pemerintah maupun parpol," ujar Eka. (nos)


Cerita lainnya :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar