Mereka dengan didampingi laskar-laskar Front Pembela Islam (FPI) tetap bersikukuh agar keberadaan hotel di daerahnya tidak diberikan izin beroperasi. Mereka juga menuding, izin lingkungan atau HO dipalsukan oleh pihak hotel. Warga yang ikut tanda tangan, katanya, karena dibayar dengan sejumlah uang yang tidak disebutkan nominalnya.
"Semua usaha harus memiliki izin. Kami menduga, pengusaha hotel Grand Merak telah membohongi warga dengan meminta tandatangan di kertas kosong dan diiming-iming uang maupun sembako. Makanya kami menolak keberadaan hotel itu. Apalagi banyak hotel yang disinyalir jadi tempat mesum. Selain itu, Karawang bukan tempat transit atau wisata yang memerlukan banyak hotel," teriak Fadil Husain saat berorasi di depan kantor bupati.
Dikemukakannya pula, sejak bangunan hotel Grand Merak berdiri di Klari telah memunculkan gesekan di kalangan masyarakat sendiri. Agar kondisi demikian tidak terus berlanjut karena dikhawatirkan memicu konflik horisontal berkepanjangan, massa aksi pengunjuk rasa meminta kepada pemkab bersikap tegas. Yakni, mencabut kembali izin-izin yang telah dikeluarkan. Sedangkan ijin yang masih di tangan pemkab, diingatkannya, jangan sampai dikeluarkan.
"Sejak polemik ini muncul, sekarang seringkali benturan antar tetangga. Bahkan satu keluarga saja ada yang berbeda paham mengenai keberadaan hotel. Saya juga kecewa terhadap kades. Beliau seolah tak peduli dengan permasalahan di masyarakat. Sudah berkali-kali berunding, tapi tidak pernah ada solusi," sesal massa aksi lainnya, Dian Susanti.
Selanjutnya diungkap Zaenudin, nama dusun di mana ia tinggal dulunya dikenal dengan nama Kampung Peundeuy. Sempat jadi sarang prostitusi dan perjudian. Setelah semua menyadari kekeliruan itu, muncul kerjasama tokoh agama, pemuda bersama warga. "Alhamdulillah prostitusi bisa dihilangkan dari dusun kami. Jadi kalau sekarang ada hotel berdiri di sini, kami khawatir penyakit lama kambuh lagi," urainya.
Di hadapan perwakilan pengunjuk rasa yang diterima di ruang rapat I gedung DPRD, kemarin siang, Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (BPMPT) Karawang Okih Hermawan, menjelaskan, bahwa pihaknya hanya menerima dan memproses administrasi perizinan. Untuk rekomendasi teknis, dia tegaskan, ada di OPD terkait. "Semua persyaratan sudah lengkap, jika memang diduga ada pemalsuan tandatangan, laporkan saja pada penegak hukum," sarannya.
Okih pertegas, BPMPT tidak bisa mencabut izin tanpa dasar hukum. Jika laporan warga ke penegak hukum terbukti di pengadilan, maka secara aturan semua izin yang sudah ada bisa gugur. "Kami kan tadi persilahkan warga untuk melapor ke polres soal dugaan tanda tangan palsu," tandasnya kepada para awak media usai menemui pengunjuk rasa. (vins)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar