"Pertama, jelas kami sangat prihatin dengan kondisi ini. Apalagi PPS merupakan ujung tombak pelaksana pemilu. Kedua, kalau pun itu terjadi, kami angkat tangan. Kami tak bisa mencegah, apalagi melarang. Itu hak mereka," ungkap Ketua KPU Purwakarta, Deni Ahmad Haidar, Rabu (29/1).
Kendati begitu, lanjut Deni, sejauh ini berbagai upaya telah banyak ditempuh. Salah satunya dengan terus berkoordinasi ke KPU RI. Mengusulkan agar alokasi biaya operasional PPS di masing-masing desa, ditingkatkan. Paling tidak, setara dengan biaya operasional yang diberikan pada saat Pilkada/Pilgub Jabar 2013, Rp 450 ribu/bulan. "Beban dan tanggungjawab mereka kan hari ini makin berat. Seharusnya (alokasi anggarannya) ditambah, bukan malah dikurangi," sesal Deni.
Deni pun berharap, seluruh komponen, termasuk pemerintah apalagi peserta pemilu (partai politik,red) agar turut serta memperjuangkan hal ini. Sebab menurutnya, kesuksesan dan kelancaran pemilu dapat diukur dari kinerja PPS. Jika kepentingan PPS saja tidak terakomodir, maka jangan harap pemilu berkualitas seperti dicita-citakan selama ini akan terwujud.
Tak itu saja, Deni juga membantah anggapan bahwa KPU selama ini pasif terhadap pemerintah daerah. Menurutnya, KPU telah beberapa kali mengusulkan penambahan biaya operasional ini. Sayangnya, hingga akhir Januari 2014 belum kunjung ada kejelasan. "Sudah kita ajukan, beberapa kali," tegas Deni.
Tak berhenti disitu, sambung Deni, derita penyelenggara pemilu juga kini mulai dirasakan para anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Dari 17 kecamatan yang ada di Purwakarta, tak satu pun dari mereka yang memiliki kantor/sekretariat sendiri. Seluruhnya, numpang di kantor kecamatan. Itu pun tidak seluruhnya.
Sebab, dari 17 PPK Purwakarta, lebih setengahnya mereka tidak kebagian ruangan. Artinya, para anggota PPK lebih sering ngantor di rumah masing-masing. Tentu saja, kondisi ini jauh dari kata efektif. Pemerintah, juga diharapkan lebih peka dan dapat mencarikan solusi alternatif atas persoalan ini.
"Apalagi dikabarkan pemerintah dalam waktu dekat berencana merehab belasan kantor kecamatan. Jelas ini juga jadi ancaman tersendiri bagi PPK, terutama mereka yang selama ini sudah kebagian ruangan kantor," terangnya.
Ketua PPK Jatiluhur, Enjang Rahmat membenarkan PPK tidak memiliki kantor sendiri. Sejauh ini, kegiatan kepemiluan dilakukan dengan menumpang di ruang sekretarisnya yang kebetulan pegawai kantor kecamatan. Sisanya, banyak dilakukan di rumah masing-masing anggota secara bergiliran.
"Iya, kita tidak punya kantor. Selama ini numpang di ruang salah satu pegawai yang kebetulan juga anggota PPK. Tapi seringnya, ngantor di rumah masing-masing bergiliran," aku Enjang, lirih. (nos)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar