English French Spain Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Kamis, 23 Januari 2014

Swasembada Beras Sulit Dicapai di Tegalwaru

TEGALWARU, RAKA - Pembangunan selalu berdampak terhadap menyusutnya lahan teknis. Demikianpun yang terjadi di Kecamatan Tegalwaru. Padahal lahan ini berfungsi sebagai daerah resapan air, baik berasal dari hujan maupun yang mengalir dari gunung. Karenanya penting keberadaan irigasi sebagai penampung limpasan air.

Untuk menjaga kestabilan tersebut minimal bendungan dan irigasi harus selalu dalam kondisi baik, sebab salah satu sarana pendukung guna mempertahankan ketahanan pangan adalah saluran irigasi tersebut, maka hal inipun menjadi perhatian bagi Dinas terkait. Hingga seluas tanah atau sawah di dalam daerah pengairan harus dapat dibagi � bagi. Sehingga memudahkan pembagian airnya, adapun cara pembagiannya tergantung pada tujuan pengairan itu dan kebutuhan air untuk pertanian. Idealnya kapasitas irigasi dalam kaitannya dengan ketersediaan air untuk tanaman padi dapat dikaji melalui permasalahan irigasi, dan faktor � faktor yang mempengaruhi terhadap pengelolaan air irigasi.
Hal itu pernah diucapkan Ketua Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Tirta Langgeung, Bubun, ketika itu. "Salah satu suplesi yang terbanyak untuk aliran primer Cijati adalah dari saluran skunder Parakan Badak, hingga jika ada pembangunan di Daerah Irigasi (DI) tersebut akan berdampak positif bagi wilayah sekitarnya," ucapnya.
Jika musim memasuki kemarau, petani sangat bergantung pada bendungan Parakanbadak, sebab bendungan itu airnya bersumber dari saluran air Primer sungai Cigeuntis dengan sumber air yang cukup relatif stabil di banding dengan sumber-sumber air lainnya. Malah dijelaskan juga air yang di alirkan dari daerah irgasi ini jika ditelusuri mulai dari desa Mekarbuana, Cintalaksana, Cintawargi, Cintalanggeung, airnya mengalir dan masuk ke kali kecil Cibarengkok dan sebelum dimanfaatkan oleh petani yang ada di areal sawah desa Cintaasih.
Selain pemanfaatannya sebagai air sawah bagai sawah-sawah disekitarnya, ternyata keberadaan irigasi juga menjadi sumber mata pencaharian warga sekitar. Seperti diakui Hasan, kesehariannya dia mampu menghasilkan Rp 50 ribu dari ikan yang ia tangkap di irigasi tersebut. "Karena ada kesibukan lain, maka baru sempat lagi sekarang untuk melakukan aktivitas ini. Biasanya kalau tidak ada kesibukan, dua minggu sekali pekerjaan ini saya lakukan. Apalagi di waktu irigasi ini masih mengalir secara normal, kadang saya melakukan ini lebih sering lagi," tutur Hasan, warga Kampung Menteng, Desa Kertasari, Kecamatan Pangkalan, saat mencari ikan kecil di saluran daerah irigasi.
Diceritakan, hasil dari menjaring ikan dijual dengan sistem ditakar, dan ukuran takarannya sendiri hanya dengan menggunakan bekas air mineral gelas berukuran 250 ml, serta dijual seharga Rp 5000. Cara pemasarannyapun sederhana, dia jual pada siapapun di sepanjang menuju pulang atau pada tetangga dan para langganan yang sudah biasa membeli ikan tersebut. Jika dihitung jarak perjalanannya ternyata cukup jauh, mulai dari rumahnya di Kampung Nangerang, Desa Kertasari, Kecamatan Pangkalan, sampai Kampung Parakanbadak, Desa Mekarbuana, Kecamatan Tegalwaru.
Masih terkait itu, berdasarkan catatan, pembangunan turap di saluran skunder daerah irigasi Parakanbadak yang ada di wilayah kerja GP3A Buana Jaya, tetap akan memberi manfaat pada petani yang ada di hilir.Selain itu, juga diharapkan dapat meningkatkan partisipatif petani untuk lebih peduli lagi pada keberadaan irigasi yang selama ini mengairi lahan pertanian, selain harapan dapat meningkatkan produktifitas pertanian hingga menyokong ketahanan pangan. (ark)

Cerita lainnya :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar