CILAMAYA WETAN, RAKA- Rieke Diah Pitaloka mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 18 tahun 2013 tentang perlindungan TKI. Pasalnya, selama dirinya duduk di Komisi Bidang Ketenagakerjaan DPR RI, tidak pernah ada satu pasalpun mengatur soal kewajiban calon TKI menggunakan Surat Keterangan Pindah Luar Negeri (SKPLN) dan semua bentuk seleksi menyulitkan TKI dan menguntungkan pemerintah. Ia juga berjanji mengupayakan perubahan undang-undang (UU) TKI Nomor 39 tahun 2004 yang masih ada pasal rugikan para TKI.
"TKI kita ini bukan babu, mereka selalu tidak diberi hari libur, kontraknya tidak jelas, syaratnya menyulitkan. Parahnya, mereka juga sering dijadikan alat pemerasan oknum-oknum tertentu, karena itu Perda TKI harus batal demi hukum. Dimana pemerintah kita ini?" katanya disela-sela dialog "Menakar Komitmen Caleg Terhadap Perlindungan Buruh Migran" di GOR Desa Cikalong, Kecamatan Cilamaya Wetan yang digelar Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Karawang, Sabtu (15/3).
Lebih jauh ia menambahkan, kedepan tidak boleh lagi seleksi TKI dikuasakan ke PTKIS atau PJTKI, karena pemerintah harusnya bisa bertanggung jawab dengan menyediakan Balai Latihan Kerja (BLK) untuk calon TKI. Ia juga mengusulkan agar BLK tersebut dibangun disetiap kecamatan. Dilain sisi, tambahnya, ia melihat pemerintah tidak bisa menyediakan lapangan kerja sendiri, sehingga dengan teganya rakyat dikirim keluar negeri. Ingat, tegas Oneng, saat ini sebanyak 300 TKI tinggal menunggu vonis mati dan dirinya akan terus mendorong semampunya perjuangkan hak-hak TKI. Disisi lain, pemerintah anehnya seringkali tidak tahu masyarakatnya terancam di luar negeri.
"Pemerintah kita ini sudah banyak korupsi pasal dan cenderung mencari ajang bisnis dari TKI kita. Kedepan satu kata, yaitu jangan jadikan pengiriman TKI solusi akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan dalam negeri," ujarnya.
Hal senada juga dikatakan akademisi Wulansari SH,MH. Pemkab Karawang harus merevisi kembali Perda Nomor 18 tahun 2012. Dirinya sepakat perda adalah turunan dari UU, namun ia juga mengaku riskan dengan pasal 17 yang mengharuskan calon TKI melampirkan SKPLN. TKI, lanjut Master Universitas Jayabaya Jakarta ini, harus mendapatkan hak yang layak. Ia mempertanyakan, apakah TKI diberikan haknya untuk libur satu hari dalam pekerjaannya dalam seminggu? atau diberikan hak-hak bagi keluarganya yang berada di Indonesia? Oleh karena itu, perjuangan legislatif dalam melindungi TKI harus lebih kongkret lagi. Disisi lain, pemerintah atau mungkin anggota DPRD kerapkali mencari celah soal usaha. Maka, tambahnya, jika peralihan seleksi TKI berbasis usaha yang dilimpahkan kepada swasta, ia curiga ada upaya mencari keuntungan. "UU mengatur, selain TKI yang dilindungi di luar negeri, tapi harus juga keluarganya mendapatkan haknya," tegasnya.
Sementara itu, Ketua SBMI Karawang, Didin CH mengatakan, hasil dialog bedah UU dan Perda TKI muncul dugaan bahwa banyak pasal titipan dari oknum tertentu untuk memperluas bisnis TKI. Satu diantaranya adalah soal SKPLN yang mungkin merupakan titipan dinas tertentu. Pihaknya berencana menggugat jika Komisi D dan Pemkab tidak ada niatan untuk merevisi Perda tersebut. "Saya duga, ada Dinas tertentu yang nitip pasal, agar pekerjaanya menghasilkan profit dari para TKI Karawang,"
pungkasnya. (rud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar