KARAWANG, RAKA - Bandara yang akan dibangun di selatan Karawang dimungkinkan baru bisa dimulai tahapan pelaksanaannya usai Pilpres 2014. Bukan mustahil pula kebijakan mengenai rencana megaproyek pemerintah pusat ini berubah bersamaan pergantian presiden, kendati kemungkinan tersebut tidak mudah.
Hal itu dikatakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Karawang, Samsuri, usai mengikuti Rapat Nagri di aula Husni Hamid, Senin (10/3). "Yang kami tahu, rencana membangun bandara di Karawang merupakan kerjasama G to G atau antar negara antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Jepang. Makanya tim kajian yang turun langsung dari Negeri Sakura itu, JICA (Japan International Cooperation Agency). Selama turun melakukan kajian tidak hanya sebatas kelayakan sebuah bandara, tapi sampai daya dukung lainnya seperti transportasi, rel kerata api cepat shinkansen, sampai studi bencana," jelas Samsuri.
Oleh karenanya, Samsuri meyakini, bila paska Pilpres 2014 terdapat perubahan kebijakan pemerintah mengenai pembangunan bandara di Karawang, mesti ada alasan tepat dan mendasar. Apalagi semua kebutuhan pembiayaan atas rencana besar tersebut, ditanggung Jepang sepenuhnya. Di mana negara yang paling maju mengembangkan produksi otomotifnya di Asia ini berkepentingan mengamankan investasi industrinya di Indonesia, khususnya di Karawang. "Keberadaan bandara berskala internasional untuk perluasan Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng yang sudah overload (melebihi daya tampung), merupakan bagian dari rencana kebijakan pemerintah pusat terkait pembangunan Jawa-Bali dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi Indonesia. Dari target yang kami baca, pada tahun 2020 semua proyek besar itu sudah on (selesai digarap). Mengenai pembangunan bandara Kertajati di Majalengka, tetap jalan sesuai apa yang dicanangkan Pemprov Jawa Barat sebagai bandara yang melayani penerbangan domestik," tandas Samsuri.
Namun demikian, Samsuri belum tahu pasti kapan kepastian dimulainya realisasi pelaksanaan pembangunan bandara tersebut. Sebab selama ini belum ada perkembangan baru lagi, termasuk untuk pelaksanaan pembangunan pelabuhan Cilamaya. Khusus bandara, ia hanya bisa memastikan pilihan JICA tidak berubah menempatkan ploting area di selatan Karawang. Di daerah ini terdapat 11 ribu hektare lahan hutan produksi yang dikelola Perhutani. Berarti 4 ribu hektare di antaranya bakal terkena gusur bandara.
"Untuk penggunaan lahan hutan produksi, pengajuan permohonannya ke Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan. Tapi itu sudah urusan pemerintah pusat. Kami yakin, sepanjang kebijakan ini adalah bagian dari rencana pembangunan Jawa-Bali, maka semua pasti bisa diselesaikan di sana (pusat). Sekarang titik poinnya cuma ketersediaan tata ruang buat bandara yang hingga kini belum tersedia di Karawang. Kita tunggu keputusan presiden terkait perubahan tata ruang nasional. Kita juga nanti akan mengikuti merubah buat pengembangan dan perluasan kota. Sekali lagi, di dalamnya terdapat jalur kereta api cepat shinkansen dari Jakarta, Bekasi, Cikarang, bandara Karawang, sampai berakhir di Bandung," beber Samsuri lagi. (vins)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar