English French Spain Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Selasa, 11 Maret 2014

Warga Telukjambe Demo di Bundaran Mega M

KARAWANG, RAKA - Aktivis mahasiswa, LSM dan warga menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Ramayana-Mega M, Senin (10/3) sore, terkait sengketa tanah seluas 350 hektare antara PT SAMP dengan warga tiga desa di Kecamatan Telukjambe Barat, yang menelan korban jiwa.
Mereka menuding, kriminalisasi terhadap mantan Desa Margamulya, Ratna Ningrum, oleh pemilik perusahaan berduit tebal itu menyebabkan suaminya shock berat hingga akhirnya meninggal dunia, pekan kemarin. Sebelumnya, seperti dikemukakan koordinator aksi, Yono Kurniawan, tidak sedikit warga Desa Wanakerta, Wanasari, dan Margamulya, yang sudah turun temurun menggarap tanah itu diintimidasi bahkan dikriminalisasi pihak perusahaan dengan menyewa para preman.  "Sudah 23 tahun warga tiga desa memperjuangkan haknya. Namun tak pernah ada yang mendengar. Sebenarnya kami telah lelah berteriak di kala hampir semua aparat penegak hukum lebih berpihak kepada kaum pemodal. Tapi kalau kami diam, justru pihak perusahaan yang mengklaim memiliki tanah itu bisa makin sewenang-wenang menyakiti masyarakat kecil yang notabene petani. Setelah aksi ini, kami siap mendatangi Istana Negara di Jakarta untuk menemui Presiden SBY. Bila tetap gagal, kami punya cara lain untuk tetap berteriak meminta keadilan," ujar Yono disela kegiatan aksinya.
Dikemukakan pula oleh orator aksi, Maryadi. Di tengah gegap gempitanya para politisi di negeri ini menghadapi Pemilu 2014, tak satupun parpol maupun caleg yang punya perhatian terhadap nasib petani warga tiga desa. Seolah, apa yang sedang diderita rakyat miskin dan dilemahkan oleh kekuatan uang yang dianggapnya berhasil membeli hukum, semua politisi malah cuek, tidak mau tahu. "Masih adakah nurani elit-elit politik kita? Masih adakah keberpihakan pemerintah terhadap rakyatnya sendiri yang terzalimi? Masih adakah keadilan hukum bagi rakyat kecil? Ironis tatkala semua pemilik kebijakan di negeri ini lebih memilih membisu," teriak Maryadi.
Orator lainnya, Asep Toha, berjanji akan tetap berjuang mendampingi warga tiga desa kendati harus melawan pihak-pihak yang merasa telah berhasil membeli hukum dari oknum penegak hukum, maupun oknum aparat yang terbeli untuk selalu mengintimidasi. Ia punya keyakinan, Tuhan tidak akan mungkin terus membiarkan keangkuhan dan penindasan terhadap makhluknya yang lemah. Suatu saat, Asep tegaskan, hak mutlak bagi rakyat kecil bakal kembali. Hanya saja perjuangan kearah itu, disadarinya bukan hal gampang karena berhadapan dengan pihak yang merasa mampu mengendalikan hampir semua instrumen hukum di negeri ini.
Dalam selebaran yang mereka bagikan kepada setiap pengendara yang melintai pertigaan Ramayana-Mega M, berisi kutukan keras terhadap perusahaan PT SAMP dan oknum-oknum aparat penegak hukum di Mabes Polri maupun Kejaksaan Negeri Karawang, yang mereka anggap telah mengkriminalisasi Ratna Ningrum, seorang ibu rumah tangga beranak tiga yang kini harus menyandang predikat janda setelah suaminya meninggal akibat shock menghadapi peradilan di Pengadilan Negeri Karawang. "Dugaan yang disangkakan terhadap ibu Ratna Ningrum, menurut kami tidak berdasar dan terkesan mengada-ada. Masa beliau dituduh menyerobot tanah dengan membuat surat palsu atas laporan PT SAMP?" heran Yono lagi. (vins)

Cerita lainnya :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar