Puluhan anak kecil, remaja hingga paruh baya korban banjir bantaran Sungai Citarum terlihat memegang baskom di pinggir jalan tepat di jembatan Pabrik Es, dibawah rintiknya hujan. Baskom, kardus hingga nampan digunakan untuk meminta bantuan kepada pengendara yang melintas.
Seperti yang dilakukan Yati (36), ia sejak pagi hari sudah berdiri dipinggir jalan dengan membawa baskom. Yati mengaku melakukan ini sebagai upaya untuk mencari makan, karena sejak air menggenangi rumahnya, Minggu dinihari, bantuan tak kunjung datang. "Ngencleng begini kita buat makan, dari semalam belum dapat bantuan, sudah laporan ke desa, tapi masih menunggu," ungkapnya kepada RAKA sambil menunggu kepedulian pengendara yang melintas.
Janda 5 anak ini mengaku sangat membutuhkan uluran tangan, seperti bantuan logistik. Sejak rumahnya terendam banjir, bahkan hampir menenggelamkan rumahnya yang berada di Kampung Pabrik Es RT 04/05 tepat di bibir sungai citarum, sejak Minggu dinihari. Akibatnya, Yati harus tidur di tenda pengungsian bersama puluhan warga lainnya. "Ngungsi di tenda, kerendam banjir rumah saya itu sekitar 2 meter. Sejak jam 2 malam kerendam tinggi, dan langsung mengungsi," imbuh dia sambil melirik pengendara yang melintas, berharap memberikan bantuan.
Ngecleng meminta bantuan ini sudah dilakukannya dua hari terakhir karena kondisi air yang merendam rumahnya. Diakuinya, dari hasil ngencleng ini ia kumpulkan bersama warga lainnya untuk membeli makan. " Ini uangnya nanti digabungin, kadang-kadang beli mateng kadang-kadang bikin. Dapetnya kadang-kadang Rp 500.000 kadang Rp 800.000, gimana dapetnya," ujar wanita yang sudah menetap 5 tahun di bantaran sungai citarum ini.
Ngencleng juga terpaksa dilakukan oleh nenek tua berusia 70 tahun, Een Sumiati. Bermodalkan nampan nenek tua ini terlihat dipinggir jalan meminta belas kasihan pada pengendara yang melintas. Tidak jarang pengendara yang melintas mengacuhkan Een, bahkan tidak peduli dengan musibah banjir yang dialaminya, dan puluhan warga lainnya. Een mengaku sudah dua hari terakhir ini ngencleng, meski rintikan hujan mengguyur tubuhnya ia tetap semangat mengayunkan nampan terbuat dari plastik ini. "Sejak kemarin, dua poe," imbuhnya.
Hasil yang sudah terkumpul ini, ia gunakan sendiri untuk makan sehari-hari. Pada siang itu ia mengaku baru terkumpul Rp. 20.000, padahal ia sudah berdiri sejak pagi hari. "Dapet dari pagi cuma Rp. 20.000 dari isuk, beliin duit tadi buat makan, makan nasi beli di warteg," seru nenek ini.
Een mengaku tinggal sebatang kara, karena suaminya telah meninggal sejak puluhan tahun bahkan anakpun ia mengaku tidak punya. Dia saat ini tinggal numpang dengan tetangganya, oleh karena itu jika tidak ngencleng nenek tua ini tidak bisa makan. "Tidak punya siapa-siapa, tinggal sama orang. Kalau tidak minta-minta, tidak bisa makan," ucapnya.
Lebih parahnya lagi, banjir yang datang tengah malam ini juga merendam seluruh barang-barang miliknya, bahkan pakaian pun tidak berhasil diselamatkan. Tinggal pakaian yang menempel di tubuhnya barang satu-satunya yang ia miliki. (vid)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar