TEMPURAN, RAKA- Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Karawang menyatakan, bahwa 158 hektar tanah di Pantai Kalen Kalong, Desa Sumberjaya, Kecamatan Tempuran sampai saat ini masih bermasalah. Karena ada tarik ulur antara penggarap, pemilik dan pemerintah desa. Padahal, seiring dengan bakal dijadikannya lokasi dermaga dan pelabuhan, tanam tambak di harganya meroket nyaris mencapai Rp 1 miliar per hektar.
"Saya curiga pihak ketiga yang mau jual beli tanah disana, nantinya mental terus karena kepemilikanya masih milik PT Nusa Baru dan dijual belikan oleh penggarap disana," kata staf Kasie Pengendalian Tanah BPN Karawang, Muziat, saat berbincang dengan RAKA disela-sela pembuatan sertifikat tanah prona di aula kantor Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Senin (3/3).
Anehnya, lanjut Muziat, pemerintah desa dengan begitu mudah membuatkan surat keterangan desa (SKD), meskipun penggarap hanya melampirkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) tanpa sertifikat. Ia mengkhawatirkan, ada permainan di lingkungan pemerintahan desa. "Saya khawatir desa ini ada main-main, kok mudah bikin SKD meskipun hanya melampirkan SPPT," tandasnya.
Parahnya, lanjut Muziat, tanah di Kalen Kalong dalam catatanya kelebihan maksimum, dimana 1 keluarga bisa mencapai 7 hektar. Padahal, tanah tersebut adalah tanah milik PT Nusa Baru yang dahulu dikuasakan hanya berupa pengakuan lisan tanpa adanya surat, sehingga sulit mendeteksi tanah tersebut dikuasakan kepada siapa. Disisi lain, 158 hektar soal kepemilikanya tersebut sudah rapi ada dalam dokumen BPN dan sudah mengamankan bukti sertifikat hak milik.
Lebih jauh, ia menambahkan, dalam surat keputusan (SK) kepemilikan lahan, kala itu jelas tidak boleh dialihkan ke pihak lain sebelum keluar sertifikat atas nama penggarap. Namun sayangnya, pengetahuan masyarakat soal administrasi pertanahan kurang menguasai.
Diakui Muziat, tanah yang terus ramai jadi perbincangan, jelas adalah di Kalen Kalong selain di Desa Muarabaru dan Muaralama, Kecamatan Cilamaya wetan. Ia berharap, soal pemilik dan penggarap di lokasi tersebut dapat disosialisasikan. "Tinggal bagaimana pemerintah daerah menyikapi polemik pertanahan yang masih bermasalah selama 30 tahun ini," ujarnya. (rud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar